Manjadi ketua umum partai itu harus kaya. Semua biaya partai harus ditanggung oleh sang ketua umum. Jangan berharap jadi ketua umum sebuah partai kalau masih kere.
Kalau ketua umum partai harus kaya, maka yang muncul sebagai ketua umum partai pastilah saudagar. Saudagarnya juga bukan sembarang saudagar. Saudagar yang berani menjadi ketua umum harus orang yang hebat. Karena hanya orang hebat yang bisa menjadi saudagar kaya.
Kenapa?
Dunia usaha yang bisa melahirkan saudagar kaya harusnya dunia yang kompetitif. Hanya yang mampu melihat kemungkinan yang bisa muncul ke permukaan. Siapa pun. Tanpa pandang bulu.
Tapi, negeri ini bukan negeri seperti dalam mimpi. Saudagar kaya biasanya justru yang bisa bermain siasat. Tanpa siasat jitu, usaha apa pun dan kapan pun, hanya akan berakhir pada kebangkrutan.
Menjadi politisi bagi seorang saudagar jelas sebuah kecelakaan. Karena politik negeri ini masih kotor. Sehingga wajar jika orang ada yang bilang, hanya orang kotor yang mau berkotor-kotor ria. Sehinga kita juga bisa menyimpulkan, hanya pengusaha yang sejalan dengan politik negeri ini yang mau menerjuni politik.
Maka jadilah partai politik seperti sebuah perusahaan. Lebih parah lagi, perusahaan pribadi. Sehingga rakyat pun tak lagi bisa memberi mandat kepada partai. Rakyat akhirnya menggadaikan suaranya demi sesen dari pengusaha yang memang dunianya begitu.
Politikus kotor dan pengusaha kotor bisa menjadi pengambil keputusan. Hasilnya, penjarahan kekayaan negeri oleh para pengusaha asing dengan kompradornya. Para bupati atau wali kota bahkan ada yang menyebutnya hanya sebagai centeng berjas belaka.
Lalu hendak kemana negeri ini?
Kembalikan politik pada politikus. Tentu politikuis yang bernurani. Politikuis yang memperjuangkan rakyat yang diwakilinya.
Pengusaha kembalilah ke habitatnya. Jangan mengeruhi jagat politiki dengan mental untung ruginya.