Malam sudah penuh. Â Bulan menggantung kesepian. Â Sinarnya malu-malu menyapu kepala botak dua laki-laki yang menekuni profesi sebagai intel. Â Wajahnya tampak lusuh. Â Asap rokok dihembuskan dengan sura desah nafas yang mencerminkan galau pikiran.
Intel 1 : Kamu apakan laki-laki itu? (Ada gusar yang ditekan)
Intel 2 : Laki-laki yang merasa dirinya pahlawan? (Terusik. Â Tak senang)
Intel 1 : Iya.
Intel 1 : Aku bentak.
Intel 2 : Katanya mati setelah kamu bentak. Â (Batuk-batuk ejekan)
Intel 2 : Pura-pura.
Intel 1 : Sekarang?
Intel 2 : Sudah mulai teriak ke mana-mana kalau dia pahlawan. Â (Mengganti rokok yang masih setengah)
Intel 1 bangun. Â Melihat-lihat sekitar. Â Menyorotkan senternya. Â Gubrak. Â Ada batang pohon jatuh. Â Intel 1 loncat. Â Menginjak kodok atau sejenis kodok dan loncat lagi lebih tinggi. Â Inbtel 2 tertawa terbahak. Â Hingga kacamatanya terbuka. Â Malu-malu intel 2 membetulkan kacamata.
Intel 1 : Ada yang mengintai kita.
Intel 2 : Parno kamu.
Intel 1 : Benar.
Intel 2 : Laki-laki itu sudah pergi dan tak akan kembali lagi.
Intel 1 : Kamu yakin?
Intel 2 : Harus yakin.
Intel 1 : Aku kemarin melihat dia sudah pakai safari.
Intel 2 : Di mana?
Intel 1 : Di Senayan.
Intel 2 : Itulah hebatnya dia. Â Bisa bermetamorfose. Â Kadang menjadi laki-laki pendorong gerobak dan mengaku sebagai pahlawan. Â Di kali lain sudah menjadi anggota DPR di Senayan. Â Lalu, menjadi koruptor yang cengengesan di televisi. Â Gak lama kemudian sudah muncul menjadi ustad kondang.
Intel 1 : Itulah makanya aku bilang.
Intel 2 : Apanya?
Intel 1 : Kamu harus yakin kalau dia telah pergi. Â Lebih baik lagi kalau dia telah mati.
Intel 2 : Â Dia tak mungkin mati.
Intel 1 : Kenapa?
Intel 2 : Dia penjelmaan iblis.
Lalu kedua intel itu merunduk. Â Berbisik. Â Tak terdengar kata-kata. Â Hanya tawa-tawanya saja yang terdengar. Â Ada resah. Â Ada riang. Â Entah.
Intel 1 : Terus bagaimana dengan kita.
Intel 2 : Aku udah daftar.
Intel 1 : Daftar apa?
Intel 2 : Jadi anak buahnya.
Intel 1 : Gila kamu.
Intel 2 : Kenapa, emang?
Intel 1 : Nanti bos kita marah.
Intel 2 : Bos kita justru udah lama jadi anak buahnya.
Intel 1 : Ah?
Intel 2 : Jangan bilang-bilang. Â Di negeri ini semua pemimpinnya sudah jadi anak buah dia. Â Kalau kita gak ikut-ikutan jadi anak buahnya, bisa-bisa kita mampus.
Intel 1 : Di mana kita daftar.
Intel 2 : Jangan pura-pura lu. Â Lihat foto ini.
Ada foto dirinya sedang antre mendaftar. Â Dan tak lain itu pendaftaran menjadi anak buah iblis tersebut.
Intel 1 : Fotoku ya?
Intel 2 : Di Senayan.
Intel 1 : Aku juga punya sesuatu.
Intel 2 : Coba.
Ada fotonya sedang mendaftar. Â Latar belakangnya sebuah istana.
KEDUANYA TERTAWA. Â HINGGA DRAMA INI DIAKHIRI. DUA ANAK BUAH IBLIS ITU MASIH TERTAWA. Â MENERTAWAKAN KITA YANG BACA. Â HO HO HO HO.........
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H