Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Drama Artikel Utama

Percakapan Dua Intel dan Seiblis Iblis

1 April 2015   10:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:41 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam sudah penuh.  Bulan menggantung kesepian.  Sinarnya malu-malu menyapu kepala botak dua laki-laki yang menekuni profesi sebagai intel.  Wajahnya tampak lusuh.  Asap rokok dihembuskan dengan sura desah nafas yang mencerminkan galau pikiran.

Intel 1 : Kamu apakan laki-laki itu? (Ada gusar yang ditekan)

Intel 2 : Laki-laki yang merasa dirinya pahlawan? (Terusik.  Tak senang)

Intel 1 : Iya.

Intel 1 : Aku bentak.

Intel 2 : Katanya mati setelah kamu bentak.  (Batuk-batuk ejekan)

Intel 2 : Pura-pura.

Intel 1 : Sekarang?

Intel 2 : Sudah mulai teriak ke mana-mana kalau dia pahlawan.  (Mengganti rokok yang masih setengah)

Intel 1 bangun.  Melihat-lihat sekitar.  Menyorotkan senternya.  Gubrak.  Ada batang pohon jatuh.  Intel 1 loncat.  Menginjak kodok atau sejenis kodok dan loncat lagi lebih tinggi.  Inbtel 2 tertawa terbahak.  Hingga kacamatanya terbuka.  Malu-malu intel 2 membetulkan kacamata.

Intel 1 : Ada yang mengintai kita.

Intel 2 : Parno kamu.

Intel 1 : Benar.

Intel 2 : Laki-laki itu sudah pergi dan tak akan kembali lagi.

Intel 1 : Kamu yakin?

Intel 2 : Harus yakin.

Intel 1 : Aku kemarin melihat dia sudah pakai safari.

Intel 2 : Di mana?

Intel 1 : Di Senayan.

Intel 2 : Itulah hebatnya dia.  Bisa bermetamorfose.  Kadang menjadi laki-laki pendorong gerobak dan mengaku sebagai pahlawan.  Di kali lain sudah menjadi anggota DPR di Senayan.  Lalu, menjadi koruptor yang cengengesan di televisi.  Gak lama kemudian sudah muncul menjadi ustad kondang.

Intel 1 : Itulah makanya aku bilang.

Intel 2 : Apanya?

Intel 1 : Kamu harus yakin kalau dia telah pergi.  Lebih baik lagi kalau dia telah mati.

Intel 2 :  Dia tak mungkin mati.

Intel 1 : Kenapa?

Intel 2 : Dia penjelmaan iblis.

Lalu kedua intel itu merunduk.  Berbisik.  Tak terdengar kata-kata.  Hanya tawa-tawanya saja yang terdengar.  Ada resah.  Ada riang.  Entah.

Intel 1 : Terus bagaimana dengan kita.

Intel 2 : Aku udah daftar.

Intel 1 : Daftar apa?

Intel 2 : Jadi anak buahnya.

Intel 1 : Gila kamu.

Intel 2 : Kenapa, emang?

Intel 1 : Nanti bos kita marah.

Intel 2 : Bos kita justru udah lama jadi anak buahnya.

Intel 1 : Ah?

Intel 2 : Jangan bilang-bilang.  Di negeri ini semua pemimpinnya sudah jadi anak buah dia.  Kalau kita gak ikut-ikutan jadi anak buahnya, bisa-bisa kita mampus.

Intel 1 : Di mana kita daftar.

Intel 2 : Jangan pura-pura lu.  Lihat foto ini.

Ada foto dirinya sedang antre mendaftar.  Dan tak lain itu pendaftaran menjadi anak buah iblis tersebut.

Intel 1 : Fotoku ya?

Intel 2 : Di Senayan.

Intel 1 : Aku juga punya sesuatu.

Intel 2 : Coba.

Ada fotonya sedang mendaftar.  Latar belakangnya sebuah istana.

KEDUANYA TERTAWA.  HINGGA DRAMA INI DIAKHIRI. DUA ANAK BUAH IBLIS ITU MASIH TERTAWA.  MENERTAWAKAN KITA YANG BACA.  HO HO HO HO.........

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun