Pernah menjadi pencuri? Pernah merasakan rasa takut yang tak terperikan saat menjadi pencuri tertangkap dan dipukuli? Pernah merasakan bagaimana menjadi orang miskin di jembatan? Pernah menjadi koruptor? Pernah menjadi penguasa yang sombong?
Tidak mungkin semua orang dapat merasakan semua itu!
Kecuali penulis fiksi. Penulis fiksi harus mampu memahami tokoh-tokoh ciptaannya. Kalau penulis fiksi ingin menulis tentang tokoh miskin semiskin-miskinnya, maka ia harus ikut merasakannya. Kalau penulis ingin menulis perasaan pencuri yang tertangkap dan pasti diadili di jalanan, maka ia juga harus merasakan.
Semakin dia menulis beragam tema, semakin banyak perasaan yang harus dipahami. Maka ia pasti akan bertoleransi di alam nyata. Ia tak akan merasa benar sendiri, karena ia akan juga berempati pada orang lain. Ia akan ikut merasakan perasaan orang lain.
Ya, penulis fiksi harus mendudukkan posisinya di berbagai macam rasa. Maka ia tak akan kejam. Maka ia tak akan semau sendiri.
Penulis fiksi, pasti memiliki begitu dalam sikap toleransi. Pembaca fiksi juga tak jauh beda. Ikut merasakan perasaan tokoh-tokoh yang dibacanya.
Mari kita ajak semua orang untuk mencintai fiksi. Agar negeri ini memiliki toleransi yang tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H