Selasa, 05 Juni 2018
Melongok Tradisi Remaja Cilik Kota Bambu Utara Membangunkan Orang Sahur
Palmerah,
Jam menunjukkan waktu pukul 02 WIB, sekelompok remaja cilik menyusuri lorong gang Kresna RW 02 Kota Bambu Utara, Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat, dengan menabuh alat marching band seadanya.
2 buah snare drum dan 1 tom toms dikenakan di pinggang, dibawa berkeliling kampung dengan ditabuh menggunakan stick drum, sedangkan anak-anak yang tidak memiliki alat tersebut berteriak, "sahur...sahur...sahur...sahur".
Saya berkesempatan meminta mereka berfoto bersama dan sedikit mewawancarainya.
Salah satunya adalah Farhan (12 tahun) menuturkan bahwa dia senang bisa membangunkan orang untuk sahur sambil melantunkan sholawat yang dihafalnya.
"Senang banget om, kita keliling kampung, sambil menabuh alat drum dan bersholawat", imbuh Farhan (12) dengan raut wajah antusias.
Seperti diketahui sebelumnya, melalui surat edaran dari Lurah Kota Bambu Utara, untuk seluruh Pengurus RT/RW agar menghimbau warganya mengaktifkan ronda dan mencegah pengarak beduk atau drum membangunkan sahur agar tidak keluar dari wilayah RT/RW setempat.
"Saya bangunin sahur, biar orang gak telat sahurnya", tandas Faris (9 tahun) dengan logat kekanak-kanakan, warga RT012/RW02 Kota Bambu Utara.
Mereka setuju mengarak alat drum tidak keluar dari wilayah RW 02.
Saya ingat betul sewaktu Saya dahulu masih duduk di bangku SD di tahun 1984 hingga 1990, tradisi turun temurun berkeliling kampung membangunkan sahur dengan alat sangat seadanya.
Saya teringat dengan kreatifitas saat masih kanak-kanak, kami membuat alat tabuh menggunakan kaleng biskuit dan kertas semen kemudian diberikan lem dari sagu yang lantas dijemur dengan panas matahari agar suaranya lebih nyaring.
Selanjutnya kami juga berkeliling kampung dengan menggunakan mobil-mobilan dari kayu peti telur yang kami taruh sebatang lilin sebagai penerang, mengingat di tahun 80'an penerangan jalan masih sangat minim.
Namun di zaman yang serba canggih, remaja cilik bisa membeli alat drum di toko musik ataupun bisa membeli bedug kulit kambing yang sudah jadi di bilangan Kebon Kacang, Tanah Abang.
Di era digital sekarang ini, masyarakat jauh lebih praktis untuk tidak telat bersahur. Ada perangkat gadget dengan fasilitas alarm, siaran televisi yang 24 jam beroperasi juga sebagai pengingat sahur dan alat penanak nasi elektrik yang dapat meringkas waktu jauh lebih cepat.
Ada sebuah pesan filosofis dari tradisi ini adalah semangat kebersamaan dan kekompakan yang masih terjaga dari dahulu hingga kini.
Semoga saja tradisi positif ini  tak akan lekang dimakan waktu.
#THRKompasiana #Ramadhan #thrkompasiana22 #samberthr
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H