Mohon tunggu...
M Iqbal M
M Iqbal M Mohon Tunggu... Seniman - Art Consciousness, Writter, and Design Illustrator.

Kontak saya di Instagram: @mochmad.iqbal.m

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tinjauan Utilitas Efektif-Tidaknya Terminologi Feminis Terhadap Kelangsungan Sosiologis Kita

6 Oktober 2021   20:57 Diperbarui: 8 Oktober 2021   22:43 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Jadi, bukankah lebih relevan mengantisipasi timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan akibat dari terminologi tersebut, daripada tetap mengandalkan term atau bahkan mengandalkan interpretasi yang semena-mena terhadap term tersebut ?, bukankah sebagai manusia, kita hendaknya tidak mudah melihat sesuatu secara tergesa-gesa sebelum mempelajarinya lebih lanjut ?, dan terlepas dari itu semua, setidaknya bukankah kita tanpa terminologi, narasi, atau pelajaran semacam itu, kita sudah bisa melihat dan mengambil keputusan secara etis (etics of care dalam artianya yang askenden) lantaran secara natural, kita mempunyai hati nurani (spiritus keadilan dalam hal apapun, salah satunya gender maupun subjek-ontologis) untuk tidak mudah menuduh orang lain, semena-mena terhadap orang lain, atau menyakiti orang lain (dalam hal ini gender maupun subjek-ontologi-lain) ?.

Silahkan menjawab pertanyaan saya diatas — sebagai subjek rumah-kemenjadian — ini sesuai dengan “keterlemparan-kebertubuhan” anda masing-masing (terlepas dari “keterlemparan-kebertubuhan” tersebut, tentu saja saya juga bisa memahami bila ada yang mempunyai sentimen-personal atau tendensi-tertentu, sudah pasti tidak akan sepakat dengan tesis tinjauan terminologi ini).

Kesimpulan.
Kesimpulannyaa, esai ini tidak ingin mengatakan bahwa term feminisme secara historikal/konseptual itu tidak relevan untuk keberlangsungan sosiologis, melainkan ingin mengatakan bahwa terminologi-feminis itu tidak/kurang relevan sebagai label atau narasi untuk menarasikan keadilan gender atau emansipasi gender jika kita lihat dari segi utilitas-terminologinya yang bisa dengan mudah diklaim oleh subjek-subjek yang hanya mementingkan arogansi diri (sentimen sepihak maupun tendesi tertentu), dan berpotensi besar untuk disalahpahami oleh subjek-subjek yang kurang mendalami arti dari term tersebut secara historikal/konseptual sehingga subjek terebut melakukan hal-hal yang justru berkebalikan dengan semangat keadilan ataupun emansipasi (kebebasan-diri dalam term Mersden).

Contohnya ialah mengkultuskan dirinya sendiri/gendernya sendiri menjadi sebuah esensi suci dan lebih tinggi dari gender lain (bahkan subjek/da-sein lain) serta mencemooh gender lain/bahkan menuduh gender lain ialah gender yang jahat dan buruk tanpa melihat suatu fenomena-autentik secara jernih (menyingkap selubung da-sein dalam suatu fenomena/noumena). Jadi, alih-alih diskursus gender hendak mempromosikan keadilan gender secara etis dan jernih (etis dalam arti tanpa idea fixed maupun dogma gender, dan bias terminologi), justru yang ada malah menyerukan narasi dogmatis, arogansi, sentimen diri, ataupun tendensi-tendensi demi kepentingan tertentu (surplus value dibalik jubah martir-complex maupun ragamuffin).

Singkatnya, tulisan ini hendak menyelamatkan semangat keadilan gender dan emansipasi (kebebasan-diri dalam term Merden) secara holistik-autentik (memperhatikan landasan ontologis, utilitas-terminologis, “semesta makna”, “semesta variabel” dan “keterlemparan-kebertubuhan”) tanpa adanya bias atau idea fixed yang timbul dari bias terminologi, dogma dekaden, sentimen diri (arogansi-antagonisme-martir-complex-ragamuffin), maupun tendensi untuk kepentingan tertentu.

Penutup.
Jadi, setelah mencecapi tulisan ini, apakah kita masih ingin menarasikan keadilan gender dengan istilah feminisme?. Lagi-lagi, silahkan menjawab pertanyaan saya — sebagai subjek rumah-kemenjadian— ini sesuai dengan “keterlemparan-kebertubuhan” anda masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun