Mohon tunggu...
MOCHAMAD IKBAL MAULANA SARIEF
MOCHAMAD IKBAL MAULANA SARIEF Mohon Tunggu... Jurnalis - Produser News Digital Kompas TV, Kompas TV

Pegiat literasi | Pegiat News Digital | Pemerhati Politik dan Cultural Studies | Sosok sederhana dalam menyikapi perbedaan | Kerja keras menyumbangkan pemikiran dan tidak anti kritik |

Selanjutnya

Tutup

Politik

Salah Kaprah Politik Identitas

24 Oktober 2022   11:47 Diperbarui: 24 Oktober 2022   12:37 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Seseorang politisi bicara pada publik dengan seperangkat topeng/Shutterstock/nuvolanevicita

Seandainya ketika itu, Sukarno dkk., tidak memedulikan persoalan identitas rakyatnya sebagai pribumi yang tertindas mungkin bangsa Indonesia tidak pernah ada dan merdeka.

Artinya, politik identitas itu adalah segala atribut yang disematkan kepada suatu golongan politik dan atau gerakan sosial untuk membedakan ia dengan yang lain diluar dirinya.

Bukan gerakan yang digunakan untuk meluapkan kebencian.

Justru tanpa identitas, gerakan itu tidak dikenali atau bahkan bisa saja tak punya tujuan yang jelas. Karena yang tak beridentitas itu hanyalah gerombolan.

Semenjak kontestasi politik di pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun 2017, khususnya di DKI Jakarta yang dimenangkan oleh pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dengan partai pengusung koalisi Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), pembicaraan tentang politik identitas mengemuka ke publik, bahkan hingga hari ini.

Mereka dianggap memainkan 'politik identitas', sehingga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful serta pasangan Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni ketika itu kalah.

Semakin meruncing saat pemilihan presiden (pilpres) 2019 di mana Joko Widodo dan Ma'ruf Amin menang mengalahkan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

Lantas, kok bisa para pendukung mereka yang kalah menuding mereka yang menang menggunakan politik identitas? lalu politik identitas sebagai biang keladi kekalahan?

Berawal dari ketidakpuasan itulah, wacana politik identitas terus bergulir dan dipahami sebagai ajang adu kekuatan untuk menggebuk lawan politik yang memiliki identitas berbeda.

Alih-alih perbedaan pandangan secara ideologis justru jadi alat membenci etnis dan agama tertentu, sehingga yang terjadi adalah 'perang' antar agama dan etnis yang berbeda.

Maka tidak heran, pernyataan 'kadrun', 'kampret', 'cebong' hingga 'ayat dan mayat' bertebaran di ruang publik dan dirawat sampai hari ini.
Mereka yang tak terlibat dukung-mendukung justru kena imbas dari praktek kotor para pengusung kebencian ini.

Pokoknya yang berbeda dari mereka adalah musuh sehingga layak diembel-embeli kata 'kadrun' dan sebagainya.

Penetrasi kata-kata kasar nan merendahkan itu terus diamplifikasi, bahkan tak sedikit dari mereka para elite politik dan para pejabat publik--menggunakan tangan ketiga yakni buzzer--melakukan hal itu.

Terbaru, pernyataan Ketua PBNU Yahya Cholil Staquf yang menyatakan bahwa ia beserta organisasinya tak segan melawan para pengusung politik identitas.

"PBNU akan melawan. Kami bukan hanya menantang, bukan hanya menolak tapi kami juga akan melawan semua yang menggunakan politik identitas". Hal itu ia sampaikan saat memperingati Hari Santri Nasional 2022 di Pondok Pesantren Tebuireng, Sabtu, 22 Oktober 2022.

Kesalahpahaman politik identitas ini semakin menjadi-jadi, hingga terjadi polarisasi di masyarakat, karena tokoh publik di luar partai tidak mencoba meluruskan tapi memanaskan suhu wacana politik identitas yang salah arah ini.

Itulah salahnya, mereka membiarkan masyarakat masuk pada jurang kesalahpahaman yang tak berujung.

Seharusnya, mereka bisa memberi pemahaman yang benar kepada publik, sehingga publik paham bahwa politik identitas tidak sama dengan politik adu domba dan politik kebencian.

Jakarta, 24 Oktober 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun