Mohon tunggu...
MOCHAMAD ROZIKIN
MOCHAMAD ROZIKIN Mohon Tunggu... Human Resources - Senior Staff Human Resources and General Affair

Saya sedang giat menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surat Sendu

29 Oktober 2023   18:00 Diperbarui: 29 Oktober 2023   18:09 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sementara Bapak menyukai musim hujan karena halaman rumah akan selalu basah sehingga ibu tak perlu repot-repot menimba air dari belakang untuk menyiram tanamannya. Kata Bapak, itu mengurangi pekerjaan ibu untuk istirahat. Yang berkurang lagi tentu saja ibu tak bisa menjemur kerupuk-kerupuknya saat musim hujan. Tapi kedua musim di Indonesia tak menentu. Kadang hujan turun sangat lebat di bulan Juli, kadang terik membakar ilalang kering di bulan Desember. Di antara kedua musim yang tak pasti, aku selalu suka melihat rintik daun-daun pohon flamboyan di depang gang berguguran seakan gerimis sedang turun.

Di sini, musim berganti secara teratur setiap tiga bulan sekali. Itu membuat waktu berlalu begitu cepat. Setiap awal Maret udara dingin berangsur mulai hangat memekarkan bunga-bunga yang sebelumnya layu terkubur salju. Hingga bulan Mei menggugurkan kelopak-kelopak ranum ke tanah. Bulan Juni memanas hingga Agustus udara sangat kering dan serangga musim panas terus bernyanyi sepanjang hari. Bulan September, daun-daun segar mulai menguning dan berguguran perlahan hingga menyisakan ranting-ranting kering di Bulan November. Lampu-lampu hiasan natal mulai dipasang saat udara mulai menyayat kulit hingga salju terus berhamburan dari langit bagai pohon randu yang tertiup angin sore hari. Orang-orang di sini menyiapkan setiap pergantian musim dengan baik. Aku telah melewati dan menikmati setiap pergantiannya. Tanpa kalian tentu saja.

Saat surat ini aku tulis, di sini sedang turun salju sangat lebat terus mengetuk jendela kamarku seakan ingin bertamu. Aku baru saja merayakan Idul Fitriku Bersama orang-orang muslim dari penjuru Indonesia bahkan dunia. Kami memasak dan membuat makanan yang biasa disajikan saat hari raya di daerah masing-masing. Orang Padang membawa rendang yang mereka masak selama dua hari, Orang Sunda dan Jawa membawa opor ayam dan lontong--Aku juga membuat lontong sendiri dari plastik. Beberapa orang India dan Pakistan membawa roti nan dan kari kambing. Orang Uzbekistan dan beberapa orang dari Timur Tengah membawa nasi kebuli dan beberapa pelengkapnya. Kami merayakan hari raya dengan khikmad. Seorang yang lebih muda meminta maaf kepada yang lebih tua, akan selalu begitu tradisinya bukan? Kami saling memeluk tanpa banyak kata seakan saling menguatkan. Kami saling mengerti bagaimana rasanya Hari Raya tanpa orang-orang terkasih. Tapi aku tidak sedih sama sekali. Aku hanya terus merindukan kalian. Kadang, rindu menciptakaan air mata sendiri sebagai bentuk penawar. Meski sama sekali tak bisa benar-benar menawarnya.

Saat ini, di jalanan kota sangat ramai meski salju menutupi hampir seluruh wilayah Kyoto yang sebelumnya didominasi warna merah. Lampu-lampu dipasang memenuhi pepohonan atau sengaja dirangkai membentuk sebuah karakter hewan atau tokoh kartun. Iluminasi namanya. Orang-orang Jepang juga merayakan natal meski mereka bukan beragama Kristen, katanya natal telah menjadi sebuah kebudayaan.

Aku tak ingin surat ini menjadi basah karena air mata lalu ibu memergokinya dari bekas tetesan air mata yang mengering. Kuucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri untuk kalian. Maafkanlah segala kesalahanku yang lalu, yang kini dan yang nanti. Semoga kalian semua sehat dan bahagia selalu. Semoga saat bertemu lagi kelak, saat aku pulang, adalah saat paling membahagiaan dan penuh suka cita dalam hidupku. Aku mencintai kalian. Anggap saja aku yang paling mencintai kalian karena aku seorang diri sekarang. Aku tak ingin dibandingkan karena aku yang paling tersiksa karena rindu saat ini.

Untuk Mbak Alya, aku titip Bapak dan Ibu, aku percayakan kesehatan dan kebahagiaan mereka padamu sekarang. Bersabarlah, takdir sedang berjalan menuju sebuah pertemuan kembali antara seorang anak dan orang tua yang sangat mencintainya, antara seorang adik dan kakak yang saling menyayangi.

Balaslah surat ini dengan suka cita tanpa air mata. Aku menunggu angin menerbangkannya kemari.

 

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun