"Manusia adalah makhluk yang harus dikuasai, lalu apa yang sudah dirimu lakukan untuk menguasainya?"
-Friedrich Wilhelm Nietzsche
Nabi Persia
Berbicara tentang Si Dinamit, tentu berbicara perihal "Magnum Opus-nya", yaitu Thus Spoke Zarathustra (Maka Berbicaralah Zarathustra) yang berisi ungkapan terkenal "Tuhan telah mati", meskipun ungkapan itu sebelumnya pernah muncul dalam The Gay Science (Sains Yang Mengasyikkan).
Secara objektif, Thus Spoke Zarathustra (Maka Berbicaralah Zarathustra) adalah buku yang brilian dan jenius. Pengaruhnya pun sangat besar terhadap para penulis abad ke-20, seperti Franz Kafka, Bernard Shaw, Jean-Paul Sartre, hingga Albert Camus.
Namun, pertanyaannya adalah mengapa Zarathustra? Mengapa Nietzsche memilih Nabi Zoroastrianisme dari Persia? Seberapa penting sosok Zarathustra dalam hidup Nietzsche?
Untuk menjawab ini, mungkin kita harus membaca langsung dari otobiografi Nietzsche sendiri, "Ecce Homo". Tepatnya, kutipan dari bab "Why I am a Fatality":Â
"Orang-orang tidak pernah bertanya kepada saya sebagaimana yang seharusnya mereka lakukan, apa sebenarnya arti nama Zarathustra di mulut saya, di mulut orang pertama yang tidak bermoral; karena yang membedakan orang Persia ini dari semua orang lain di masa lalu adalah kenyataan bahwa dia adalah kebalikan dari seorang yang tidak bermoral. Zarathustra adalah orang pertama yang melihat dalam pergulatan antara yang baik dan yang jahat, roda penting dalam mengerjakan sesuatu. Terjemahan moralitas ke dalam dunia metafisika, sebagai kekuatan, sebab, tujuan itu sendiri, adalah karyanya. Tetapi pertanyaan itu sendiri menunjukkan jawabannya sendiri. Zarathustra menciptakan kesalahan yang paling besar dari semua kesalahan ini, ---moralitas; oleh karena itu dia harus menjadi orang pertama yang mengeksposnya. Bukan hanya karena dia memiliki pengalaman yang lebih lama dan lebih besar tentang subjek daripada pemikir lainnya, ---semua sejarah memang merupakan sanggahan eksperimental dari teori yang disebut tatanan moral, ---tetapi karena fakta yang lebih penting bahwa Zarathustra adalah pemikir yang paling jujur. Dalam ajarannya sendiri kejujuran dijunjung sebagai kebajikan tertinggi --- artinya, kebalikan dari kepengecutan dari "idealis" yang mengambil langkahnya saat melihat realitas. Zarathustra memiliki lebih banyak kekuatan di tubuhnya daripada yang disatukan oleh semua pemikir lainnya. Mengatakan kebenaran dan bertujuan lurus: itulah kebajikan Persia yang pertama. Sudahkah saya menjelaskan diri saya? Mengatasi moralitas dengan sendirinya, melalui kejujuran, moralis mengatasi dirinya sendiri dalam kebalikannya --- dalam diriku --- itulah arti nama Zarathustra di mulutku."
"Kita harus memilih nilai-nilai kita sendiri."
-Friedrich Wilhelm Nietzsche
Sebagai seorang filsuf, Nietzsche terbiasa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan filosofisnya dengan "wajah sastra". Dan sebagai filolog, kritikus budaya, penyair sekaligus sastrawan ia melihat Yunani yang begitu masyhur dengan sastra, khususnya "Sastra Tragedi". Hal ini juga, yang menginspirasinya untuk membagi dua arus utama Sastra Yunani. Menjadi dua kutub besar, yaitu Apollo dan Dionysius.
Secara filosofis, Apollo melambangkan cahaya, utopia, keteraturan, kesadaran, kegembiraan dan rasionalitas. Sedangkan Dionysius mewakili dunia gelap, distopia, atau alam bawah sadar yang gelap, remang remang, mabuk, kesedihan, bahkan kesurupan. Pendek kata, Apollo merefleksikan ilmu pengetahuan dan Dionysius mewakili musik dan gairah.