17 Agustus 2023, Indonesia genap berusia 78 Tahun, dimana pemerintah mengusung tema "Terus Melaju Menuju Indonesia Maju" namun sebelum jauh kesana, tulisan ini coba merefleksikan beberapa instrumen dengan mengutip beberapa data pihak terkait dan opini pribadi selaku warga negara indonesia, dengan pendekatan parameter instrumen dari IPM dan beberapa masalah yang penulis lihat dari aspek pembangunan, masa kepemimpinan presiden joko widodo di rentang waktu 2014 - 2024, sebelumnya penulis ingin mengucapkan selamat ulang tahun ke-78 Indonesia, Negara yang sama-sama kita cintai. bicara bentuk kecintaan terhadap sebuah Negara tidak melulu tentang dan soal hanya memuji dan mengapresiasi, seyogianya sebuah kritik dan saran yang membangun serta masukan juga perlu sebagai sebuah pengingat dan alarm bagi pihak yang sedang mengemban amanah dan kekuasaannya dalam memimpin Negeri ini. bangsa Indonesia yang memiliki begitu panjang sejarah peradabannya, kini sudah menginjakan usianya yang ke-78 sebagai sebuah negara. namun dalam perjalanannya masih banyak hal serta aspek yang harus terus diperbaiki dan diperbaharui seiring perkembangan zaman dan peradaban yang melintasi. belum lagi, Indonesia akan mengalami Bonus Demografi pada tahun 2030. ditunjang dengan narasi harapan besar "Indonesia Emas" akan menjadi negara kuat keempat di dunia pada 2045 tepat pada usianya yang ke-100 tahun. lewat tulisan ini, seperti yang sudah disampaikan diawal, penulis ingin merefleksikan beberapa hal, yang pertama dari instrumen Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang terdiri dari Aspek Pendidikan, Kesehatan dan Ekonomi.
Menurut Warsito, selaku Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi beragama Kemenko PMK, Kondisi Indeks Pembangunan Manusia Indonesia (IPM) pada Tahun 2023 memiliki nilai yang cukup baik yaitu 72,91 dengan tren yang selalu naik dimana 2010-2022 rata-rata meningkat 0,77 persen per tahun. beliau juga menuturkan bahwa Dimensi IPM terbagi menjadi dimensi umur panjang dan hidup sehat (Kesehatan) yang meningkat 0,28 persen di 2023 dari 71,85 tahun di 2022, dimensi pengetahuan (Pendidikan) yang meningkat menjadi 13,10 di 2023, dimensi standar hidup layak (Ekonomi) meningkat dari 323 ribu rupiah (2,90%) dibanding tahun 2022.
Selaras dengan angka yang dicatat diatas, Badan Pusat Statistik (2023), juga mencatat nilai IPM Indonesia telah meningkat dari 66,53 (2010) menjadi 69,55 (2015), 71,94 (2020) dan 72,91 (2022). Artinya, secara rata-rata, pada 2022 nilai IPM Indonesia sudah berkategori tinggi.
Namun Di balik capaian kuantitatif IPM tersebut, beberapa indikator spesifik perlu menjadi perhatian dalam mewujudkan manusia unggul 2030. Pada aspek penguasaan pengetahuan, bangsa kita masih sangat tertinggal dalam indikator substansi pengetahuan yang menjadi standar internasional, yakni Programme for International Student Assessment (PISA). belum lagi hal fundamental seperti masih banyaknya layanan serta fasilitas pendidikan yang belum merata serta bisa dijangkau oleh seluruh anak bangsa.Â
Pada aspek kesehatan, bangsa kita juga menghadapi tantangan untuk mengatasi stunting. RPJPN 2025-2045 memproyeksi bahwa pada tahun 2025 prevalensi stunting pada balita masih akan mencapai 13,5 persen, dan pada 2045 ditargetkan menurun hingga 5 persen.Â
Pada Aspek hidup layak (Ekonomi) meningkat dari 323 ribu rupiah (2,90%) dibanding tahun 2022. Pertumbuhan ekonomi Indonesia di Triwulan II 2023 Indonesia tumbuh sebesar 5,71 persen. Pengangguran di Indonesia di Triwulan II juga mengalami penurunan menjadi 5,45% dengan presentase penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 9,36%.
Artinya, di balik pencapaian IPM pada aspek penguasaan pengetahuan (Pendidikan) dan lama hidup (Kesehatan), Serta Hidup Layak (Ekonomi) terdapat substansi masalah spesifik yang bisa menghambat perwujudan manusia unggul di 2030, yakni pengetahuan terkait indikator pada PISA dan kesehatan terkait masalah stunting pada balita serta angka kemiskinan.
Dalam situasi demikian itu, kita meletakkan harapan pada bonus demografi. Bonus demografi adalah sebuah kondisi tentang komposisi umur penduduk, yang menunjukkan persentase penduduk usia produktif lebih besar dari pada persentase penduduk dalam usia tak produktif (anak-anak dan penduduk usia tua).
Menurut BPS, puncak bonus demografi akan didapatkan pada tahun 2025. Setelah itu, pada 2045-2050 bonus demografi akan menurun, dan angka ketergantungan diproyeksi akan kembali meningkat seiring dengan jumlah penduduk usia tua yang semakin besar populasinya. Oleh karena itu, periode 2025-2030 merupakan periode penting untuk memastikan bahwa isi dari bonus demografi itu adalah manusia unggul yang bisa meningkatkan daya saing bangsa. Termasuk membawa Indonesia keluar dari jebakan sebagai bangsa dengan pendapatan menengah (middle income trap).
Dengan demikian, menjadi tantangan untuk memanfaatkan puncak bonus demografi pada tahun 2025-2030 yang berisi manusia unggul untuk mentransformasikan perekonomian menuju tercapainya PNB per kapita dengan kategori pendapatan tinggi.