Mohon tunggu...
MOCHSALMAN AL FAUZI
MOCHSALMAN AL FAUZI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ganteng Kali

Ganteng Banget

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Runtuhnya dari Beberapa Kendala dan Krisis Ekonomi yang Dihadapi oleh Yugoslavia

17 Desember 2021   00:02 Diperbarui: 17 Desember 2021   00:09 3761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Serangan ke Serbia Raya baru dihentikan setelah NATO melakukan serangan udara yang memaksa Serbia Raya menarik  pasukannya dan meninggalkan Kosovo yang dikelola PBB. 

Pada tahun 2003, Serbia Raya secara resmi berganti nama menjadi "Serbia dan Montenegro" untuk memberikan otonomi kepada masing-masing negara. Maka berakhirlah sejarah Yugoslavia.

Dari kasus Yugoslavia, kita bisa belajar tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Kondisi Yugoslavia sebenarnya kurang lebih mirip dengan Indonesia yang sama-sama negara multietnis. 

Keragaman agama di Indonesia jauh lebih besar dibandingkan Yugoslavia, sehingga potensi konflik  juga jauh. Sayangnya, persatuan yang dibangun Yugoslavia adalah persatuan  semu yang terlalu mengandalkan Presiden Broz Tito sebagai sosok pemersatu. 

Persatuan yang hanya bisa dibangun atas dasar ini jelas sangat rapuh. Apalagi jika ada etnosentrisme yang kuat di masyarakat dan kurangnya kesadaran setiap warga negara untuk bersatu. Semoga sejarah negara Yugoslavia  menjadi cerminan dan pelajaran bagi kita semua.Bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu bagaimana belajar dari masa lalu.

Secara historis, Yugoslavia yang mempertahankan netralitasnya pada awal Perang Dunia II, akhirnya menyerah pada penandatanganan perjanjian persahabatan dengan Jerman pada akhir 1940. Negara itu akhirnya bergabung dengan pakta tripartit. 

Poros "pada Maret 1941. Yugoslavia massa memprotes Aliansi. Bupati yang telah mencoba untuk mengatur konfederasi kelompok etnis dan wilayah  rapuh dari pembentukan Yugoslavia pada akhir Perang Dunia I jatuh ke dalam kudeta. Tentara Serbia menempatkan Pangeran Peter berkuasa. Pangeran menolak aliansi dengan Jerman. 

Sementara itu, Jerman membalas dengan pemboman Luftwaffe di Beograd, yang menewaskan sekitar 17.000 orang. Dengan runtuhnya perlawanan dari Yugoslavia, Raja Peter dipindahkan ke London, yang mendirikan pemerintahan di pengasingan yang sangat bagus. Hitler kemudian mulai membagi Yugoslavia menjadi negara boneka, yang sebagian besar terbagi menurut garis etnis. Hitler berharap untuk memenangkan kesetiaan beberapa orang, seperti Kroasia. sia-sia dengan janji negara merdeka setelah perang.(Pratama, n.d.)

Ketika Eropa pascaperang terpecah menjadi dua blok, pemimpin Yugoslavia Josip Broz Tito membuat pilihan lain. 1953, Josip Broz Tito membelakangi blok Timur yang berorientasi Komunis. 

Antara blok Timur-Barat, meskipun Yugoslavia tidak memilih blok timur, Yugoslavia tidak mungkin masuk ke blok barat negara lain, termasuk Perdana Menteri India Nehru dan Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser, Presiden Ghana Nkrumah dan Presiden Indonesia Soekarno. Atas prakarsa Soekarno, diselenggarakan KTT Asia-Afrika 1955 di Bandung, yang menjadi landasan pembentukan Gerakan Non-Blok, yang resmi dibentuk di ibu kota Yugoslavia Beograd pada tahun 1961. 

Bagi Yugoslavia, gerakan non-Blok gerakan selaras yang selaras adalah pilar penting dari federasi negara yang terdiri dari b Berbagai kelompok etnis di Eropa Tenggara ini menghilang, dengan runtuhnya komunisme di Eropa, yang diuntungkan dari bibit nasionalisme berbagai kelompok etnis yang tergabung di Yugoslavia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun