mahasiswa Indonesia mencapai 50 persen. Begitulah hasil survei yang dikeluarkan oleh BKKBN pada 2010 lalu dikutip dari Wirakusuma (2010) dalam megapolitan.okezone.com. Parahnya lagi, sebagian besar diantaranya terjadi di kota-kota besar yang dikenal sebagai kota pelajar, seperti Surabaya, Bandung, Jabodetabek, dan Medan.Â
Fakta mengejutkan menyebutkan bahwa tingkat seks bebasData paling mencengangkan justru diraih oleh Yogyakarta, dimana 97 persen lebih mahasiswinya sudah kehilangan keperawanan. Padahal, Yogyakarta dikenal sebagai kota dengan adat yang kuat. Lantas, bagaimana kira-kira perbandingannya dengan kondisi saat ini?
Tidak ditemukan data serupa pada beberapa tahun belakangan. Namun, bisa ditebak jika kondisi tidak jauh berbeda, malah mungkin saja bertambah parah. Adanya ledakan informasi yang saat ini menerjang generasi Z khususnya mahasiswa membuat mereka semakin mudah mengakses apa yang mereka inginkan.Â
Berangkat dari sini, muncullah beberapa efek negatif yang menerpa mereka, salah satunya adalah pergaulan bebas yang berpotensi menghasilkan data yang mencengangkan seperti di atas. Salah satu alasan mengapa bisa muncul statistik seperti di atas adalah perbudakan cinta pada mahasiswa.
Cinta Bukan Bercinta
Sebagai peralihan dari remaja menuju dewasa, mahasiswa berada pada usia matang yang sedang "panas-panasnya". Pada umumnya, puncak hasrat seksual bagi pria dan wanita berada pada usia 18-24 tahun yang merupakan usia ideal seorang mahasiswa. Bukan hanya soal seksualitas, pada usia tersebut merupakan masa dimana seseorang mulai mengenal dan serius dalam dunia percintaan.Â
Kedua hal tersebut merupakan hal yang normal dimiliki seorang mahasiswa. Masalahnya, tidak semua mahasiswa yang memiliki kemampuan dalam mengolah kematangan seksual dan percintaan. Malah, mereka yang tidak mampu mengolahnya dengan baik akan dijajah oleh perasaan nafsu yang mengatasnamakan cinta.Â
Rabu dan Wilhelmus (2018:110) dalam Jurnal Pendidikan Agama Katolik menyatakan bahwa pacaran memiliki dampak negatif pada prestasi belajar mahasiswa berupa naik-turunnya nilai IPK, waktu habis untuk pacaran, kurang konsentrasi dalam belajar, dan menimbulkan sifat egois dan malas.Â
Kini, cinta dan nafsu seakan tidak ada bedanya. Cinta yang berlebihan akan membutakan mata dan hati, menjadikan pelakunnya lupa diri. Padahal, cinta yang sesungguhnya adalah memendam, bukan melampiaskan. Cinta yang sesungguhnya itu membahagiakan, bukan mempermasalahkan. Cinta yang sesunggunya adalah yang mengasihi, bukan yang patuh akan birahi.
Nikmatnya Merdeka dari Perbudakan Cinta
Definisi dari kata "merdeka" disini bukan berati tidak merasakan cinta atau nafsu, namun lebih kepada dapat mengelolanya dengan baik. Namun, akan lebih mudah jika mahasiswa tidak merasakan kedua hal tersebut, karena cinta dan nafsu ibarat mata pisau yang tajam. Jika digunakan dengan baik, maka ia akan menjadi barang yang bermanfaat. Namun, jika salah dalam memanfaatkannya, maka pisau tersebut bisa saja melukai diri sendiri dan orang lain.