Pada 1 April 2022, resmi berlaku tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11%. Tarif ini mengalami kenaikan sebesar 1%, yang sebelumnya sebesar 10% dan direncanakan paling lambat awal tahun 2025 akan meningkat menjadi 12%. Naiknya tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ini dimulai dari disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) oleh Kementerian Keuangan.
Dengan adanya kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11% ini, diharapkan menjadi pondasi yang kuat untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam upaya peningkatan penerimaan pajak yang setara dan menyeluruh. Pasalnya negara-negara di seluruh dunia ada yang sudah menerapkan tarif 15% untuk PPN. Akan tetapi, perubahan tarif ini tidak langsung mendapatkan respon yang baik dari masyarakat Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa alasan, satu diantaranya adalah kenaikan tarif PPN ini akan diikuti dengan kenaikan harga barang yang berada di pasaran. Ditambah dengan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang naik dan langkanya beberapa jenis bensin, serta konflik antara Ukraina dan Rusia yang membuat berbagai kemungkinan bisa terjadi, seperti inflasi dan lain sebagainya.
Pemerintah Indonesia, terutama Kementerian Keuangan RI sangat memahami perihal respon masyarakat yang kurang menerima terkait tarif PPN yang dinaikan, akan tetapi hal itu perlu dilakukan untuk menyehatkan APBN kita, yang selama Pandemi COVID-19 menjadi instrument utama yang bekerja luar biasa. Dengan perubahan tarif PPN tersebut akan menjadi awal perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia.
Dengan adanya kenaikan PPN ini membuat masyarakat harus bersikap bijak dalam mengelola keuangan, karena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah jenis pajak tidak langsung, arti dari pajak tidak langsung ini adalah penanggung pajak atau yang wajib membayar adalah konsumen akhir (pembeli). Dengan kata lain, pajak ini muncul ketika ada transaksi jual beli. Maka dari itu, masyarakat akan semakin selektif terkait barang atau jasa apa saja yang akan dibeli.
Di era new normal, dimana ekonomi masyarakat semakin baik dan beberapa penyesuaian terkait tarif PPN yang naik, masyarakat diharapkan semakin bijak dengan pengelolaan keuangan mereka. Ada beberapa cara untuk menghindari gaya hidup konsumtif di era new normal ini, antara lain:
1. Membuat daftar belanja sesuai kebutuhan, bukan keinginan
Langka awal untuk menjauhi perilaku konsumtif adalah dengan menyiapkan rencana daftar belanjaan yang akan dibeli dengan mengurutkan prioritas yang sesuai dengan kebutuhan, jangan ngikutin gengsi!!!
2. Menabung
Cara selanjutnya adalah dengan menabung, dengan menabung kita akan terjauhi dari perilaku konsumtif. Menabung memang kelihatan cukup mudah, tetapi itu merupakan kegiatan yang lumayan sulit dikarenakan membutuhkan kesabaran yang ekstra.
3. Membeli barang kebutuhan di pasar tradisional
Dengan adanya kenaikan tarif PPN 11%, sudah sepantasnya kita menjauhi mall-mall dan supermarket yang jelas-jelas menjadi objek pajak. Dengan kita membeli barang kebutuhan di pasar-pasar atau di toko sederhana membuat kita terbebas pajak dan membuat roda perputaran ekonomi yang semakin sehat. Ditambah kita akan membantu petani-petani lokal yang biasanya mendistribusikan hasil tani mereka ke pasar-pasar setempat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H