Perlindungan terhadap wartawan pers lepas
perlindungan hukum bagi wartawan yang tidak berafiliasi dengan perusahaan pers atau jamak disebut wartawan lepas ( freelance ) dan merumuskan konstruksi hukum perlindungan bagi wartawan yang tidak berafiliasi dengan perusahaan pers di era industri 4.0.
“Dengan teknologi digital, seseorang dapat dengan mudah membuat suatu media platform. Memang ada sebagian yang hanya bertujuan untuk mendapatkan uang. Tapi banyak dari mereka yang bekerja atas kecintaan mereka pada dunia jurnalistik
Menelaah Perlunya Perlindungan Hukum Wartawan Lepas
Amanat UU No.40 Tahun 1999 Tentang Pers rupanya belum melindungi hak-hak wartawan lepas. Perubahan harus segera dilakukan.
untuk membaca
Amar putusan Pengadilan Negeri Kotabaru, Kalimantan Selatan, memvonis kurungan tiga bulan 15 hari pada mantan Pemimpin Redaksi Banjarhits, Diananta Putera Sumedi. Diananta melaporkan atas peluncuran berita berjudul "Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel".
menyebut Diananta dikenakan Pasal 28 Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal itu berbunyi: “ Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang bertujuan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) ”.
Dosen Jurnalistik Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Dr. Budi Santoso, S.Sos., M.Si., dalam risetnya yang berjudul “Konstruksi Perlindungan Hukum Bagi Jurnalis yang Tidak Terafiliasi dengan Perusahaan Pers di Era Revolusi Industri 4.0” menyebutkan, kasus Diananta tersebut merupakan satu dari sekian banyak noktah merah dunia pers di Tanah Air.
Dalam tulisannya, Budi menyebutkan beberapa kasus lain seperti: Kasus Nurkholis Lamaau tahun 2022, kasus Muhammad Asrul, tahun 2019, kasus Hersubeno Arief tahun 2021, hingga kasus Dar Pemimpin Redaksi dan Bud wartawan Tabloid Mingguan Koridor , tahun 2004-2005.
Dalam penelitiannya, Budi menganalisis perlindungan hukum bagi wartawan yang tidak berafiliasi dengan perusahaan pers atau jamak disebut wartawan lepas ( freelance ) dan merumuskan konstruksi hukum perlindungan bagi wartawan yang tidak berafiliasi dengan perusahaan pers di era industri
Ketiadaan Payung Hukum
menjelaskan latar belakang tulisan ini yang ia lakukan. Industri 4.0, , membuat perangkat digital semakin masif digunakan masyarakat sehingga banyak orang mudah membuat suatu konten media digital.
“Dengan teknologi digital, seseorang dapat dengan mudah membuat suatu media platform. Memang ada sebagian yang hanya bertujuan untuk mendapatkan uang. Tapi banyak dari mereka yang bekerja atas kecintaan mereka pada dunia jurnalistik,
Terlebih didukung kehadiran media online yang semakin menjamur membuat wartawan lepas atau kian lepas semakin bertambah. Sering luput dari perhatian kita tentang jaminan perlindungan hukum bagi wartawan lepas. Budi memaparkan UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers hanya melindungi wartawan-wartawan yang terafiliasi dengan perusahaan pers.
“Saya melihat bahwa Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tidak menjangkau keamanan mereka (wartawan lepas). Setiap pekerjaan tentu mempunyai suatu risiko, termasuk wartawan. Wartawan lepas perlunya perlindungan agar pers sebagai pilar keempat demokrasi bisa terus tegak dan terjaga dengan keberadaan wartawan yang sehat,
Perlindungan hukum wartawan terkait kebebasan mengeluarkan pendapat juga terdapat pada Pasal 4 Ayat (1) UU Pers yang menegaskan bahwa, “Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara”. Kemerdekaan tersebut artinya, pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin.
Kemerdekaan pers merupakan kemerdekaan yang disertai kesadaran akan pentingnya penegakan supremasi hukum, yang dilaksanakan oleh pengadilan dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam Kode Etik Jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insan pers.
Selanjutnya pada Pasal 4 ayat (2) menyebutkan, “Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran”. Selanjutnya pada ayat (3) dijelaskan bahwa: “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperolah, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.”
Bagi pihak yang melanggar Pasal 4 ayat (2) dan (3) dapat dipidana dengan pidana penjara maksimal 2 tahun dan denda paling banyak sebesar Rp 500.000.000.
Itulah penjelasan terkait perlindungan hukum wartawan. Selanjutnya dapat diketahui bahwa, peran wartawan juga sangat penting dalam hal memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Wartawan merupakan pihak yang terdekat dengan masyarakat.
Wartawan dapat berkontribusi melalui pemberitaan, pengawasan, saran dan kritik terhadap permasalahan di Indonesia dan mampu membawa penegakan kebenaran dan keadlian. Terlebih bahwa berita yang dibawakan oleh wartawan diharuskan covered both side atau bahkan all sides, sehingga lebih aktual dan terpercaya. Pers akan menampung semua kepentingan yang terkait dan harus berimbang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H