Membangun Indonesia dari Desa sebuah impian dan bentuk sikap action yang bisa dilakukan minimal untuk perubahan kesejahteraan keluarga di desa tersebut dan apabila bisa menjadi percontohan bagi desa lain dan lingkup yang lebih luas Kecamatan, Kabupaten, Propinsi, Kota Hingga Diluar Propinsi, atau bahkan sampai diseluruh kepulauan Indonesia. Maka hal tersebut bisa benar - benar dikatakan Membangun Indonesia dari Desa.
Maka dalam hal ini pembangunan seperti apa yang dimaksudkan ?, apakah membangun infrastruktur Negara menggunakan bahan bahan dari Desa ?, mengeruk sumber daya desa tanpa memperdulikan kondisi Desa tersebut ? atau memberi kesejahteraan bagi segelintir orang - orang yang ikut andil melancarkan pengerukan sumber daya alamnya ?
Membangun Indonesia dari desa..!!, apanya yang dibangun ?
Karakter bangsa kah?, ekonomi kah ?, budaya politik kah ?, atau untuk penyemangat masyarakat desa agar lebih produktif di Desa tanpa harus ke kota ?. atau memperbanyak gedung bertingkat di Desa - Desa ?, atau makna yang lebih mudah yaitu membangun jalan/infrastruktur lain di desa dimana anggarannya dari pemerintah selanjutnya dialokasikan untuk program membangun jalan / infrastruktur lain yang dimulai dari desa desa terpencil hingga ke pusat perdagangan kota sampai ke seluruh indonesia.
Entahlah, kalau saya beranggapan tidak semua bidang  pembangunan dimulai dari desa. Tapi ada yang bisa digarap dari desa.
mari kita coba ambil 1 contoh yaitu membangun ekonomi desa dengan potensi lokal yang ada.
Jika disebuah desa, saya ambil contoh Desa Mayong Lor dan Desa Mayong Kidul. Kec. Mayong. Kab. Jepara. memiliki potensi lokal home industri pembuatan batu bata dan genteng keramik dari tanah liat, usaha yang sudah dijalankan oleh setiap kepala keluarga secara turun temurun dari generasi ke generasi selama lebih dari 50 tahun.
Produk genteng dengan merek Mantili, SM Sokka adapun model genteng kerpus dan aksesorisnya adalah produk yang dihasilkan melalui serangkaian proses manual oleh tenaga manusia dengan biaya produksi yang tidak bisa dikatakan sedikit oleh pelaku usaha. belanja pengeluaran untuk produksi antara lain membeli tanah liat, perbaikan alat cetak, pisau kerik, kayu bakar, sekam, partikel untuk proses pembakaran keramik. upah  buruh, konsumsi buruh, sewa pick up saat membeli bahan untuk pembakaran keramik.
Tarif harga jual genteng Rp. 1.200 - Rp. 1.750/ biji, tarif harga jual batu bata Rp. 450 - Rp. 650/ biji tergantung dari kualitas genteng, harga tersebut kalau saya perkirakan untuk biaya tenaga dari pemilik usaha yang kebanyakan juga ikut terlibat dalam proses pembuatan genteng biaya tenaga tidak terhitung saat penentuan harga. termasuk biaya perawatan alat kerja.
keuntungan pengrajin dari hasil penjualan genteng jika harga bagus, dan dikurangi biaya produksi kembali. Penjualan per 1000 biji genteng hanya mendapatkan keuntungan bersih sekitar Rp. 200.000 - Rp. 500.000 ribu yang masih dikurangi untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari - hari seperti makan, membayar listrik, membiayai sekolah anak dan lain lain. jumlah nilai keuntungan ini pun tidak bisa dirasakan oleh pengrajin lain karena adanya faktor kebutuhan uang mendesak akhirnya genteng dijual murah ke pengepul. Bagaimana jika harga genteng turun ?
apa penyebab harga genteng turun ?
Harga genteng turun bisa disebabkan karena sepinya peminat genteng tanah karena adanya produk pesaing yang lebih murah, tidak adanya kesepakatan penyamaan harga / saling banting harga, hasil produk yang melimpah tapi kebutuhan pasar sepi, negosiasi pengepul hanya mau beli dengan harga yang rendah, dan masih banyak faktor lainnya.
Pengrajin genteng dan batu bata di desa Mayong Lor dan Mayong Kidul kini sudah mulai berkurang dan meredup, ditambah adanya ekspansi pabrik dari kota besar ke desa, tenaga kerja muda hanya modal ijasah SMP pun bisa masuk menjadi karyawan pabrik di Kecamatan. Mayong,Ka. Jepara. yang memberi dampak sulitnya mendapatkan tenaga kerja untuk proses produksi genteng dan batu bata.
hal ini sebenarnya bisa dijadikan sebuah progres membangun Indonesia dari Desa, dengan menghidupkan kembali sektor lokal produk UMKM apapun itu dan tiap desa tidaklah harus sama dengan membuat 1 jenis produk ataupun 1 jenis program, itu namanya program ambil enaknya sendiri tidak mau menghidupkan potensi lokal yang sudah ada dimana masyarakat setempat sudah paham betul dengan proses produksinya dan kualitasnya.
peran yang dibutuhkan disini adalah support pengelolaan proses produksi termasuk penanganan pencemaran udara dari asap pembakaran keramik, pengelolaan hasil produksi, mulai dari pemilihan grade produk, penyamaan harga jual yang saling menguntungkan, inovasi, penampungan hasil produksi dengan pembayaran tunai saat produk di setor, selanjutnya penjualan hasil produk oleh pengelola kelompok usaha (yaitu pemerintah kabupaten / propinsi / kedinasan UMKM dan /Deperindag).
Jika setiap program hanya berupa sosialisasi, pelatihan membuat barang tanpa support penjualannya sama saja omong kosong, pasti akan ada persaingan harga dan yang bermodal kecil pasti akan cepat gulung tikar karena harga jual tidak bisa menutup biaya produksi.
support yang baik dari departemen pemerintah yang sesuai bidangnya ke desa akan membawa kemajuan desa - desa di tiap kecamatan yang tentunya berdampak kepada peningkatan APBD, masyarakat dengan ekonomi yang cukup dan mapan tentunya akan membentuk pola pikir yang baik di daerah tersebut, apabila hal ini bisa dicapai di tiap desa dan kabupaten diseluruh Indonesia tentunya akan menciptakan iklim membangun swadaya dari masyarakat desa, perbankan pun berjalan naik semakin baik, pembelian produk otomotif, elektronik dan produk yang dibutuhkan desa tersebut juga semakin meningkat, pendapatan Negarapun meningkat. Membangun desa berarti membangun Indonesia sesuai dengan program membangun Indonesia dari desa.
Lalu apakah semua itu bisa direalisasikan di tiap desa diseluruh Indonesia ?, tentunya bisa. Jika dilakukan..!!. Namun analisa saya menurut pengamatan dari kondisi lapangan dan berbagai sumber. peningkatan pengembangan desa hanya dilakukan secara intens kepada desa - desa yang benar - benar sudah mapan dengan programnya dan ada penanggung jawabnya serta masih berjalan dan dikelola dengan baik. lhaaaaa ini....ini yang jadi target empuk untuk dikunjungi bersosialisasi dibina dengan program - program baru yang seolah olah desa tersebut belum melakukannya untuk dilakukan sesuai instruksi. selanjutnya melakukan pengakuan ini desa yang sudah mengikuti program pelatihan bla bla bla hingga mampu berkembang dan menciptakan masyarakat mandiri. Desa pun mengiyakan karena entah kebaikan masyarakat desa atau karena mendapat dana bantuan dan entah karena faktor apa lagi, ya tentunya semua bertujuan baik.
hanya saja, kenapa yang dikembangkan desa yang sudah maju dan mapan. Bukan desa yang belum maju dan belum mapan. misal desa tertinggal dan pedalaman atau paling tidak desa - desa belum mapan yang terdekat dengan kota.
Ataukah yang dimaksudkan pembangunan Indonesia dari Desa ?, memajukan desa dengan cara instan menjual lahan hijau untuk didirikan pabrik yang notabene bukan pabrik anak bangsa milik pemerintah. tapi milik negara asing. ya otomatis menyerap banyak tenaga kerja, dan ekonomi cepat tumbuh. tapi akaha benar ekonomi tumbuh ?, sampai kapan ?, siapa yang untung ?.
Membangun Indonesia dari Desa, setiap warga setiap masyarakat, setiap komunitas dan organisasi pasti memiliki program yang baik untuk masyarakat, entah itu benar - benar dari nol untuk membina, entah hanya membina yang sudah mapan dan mendompleng kesuksesan yang sudah berjalan, entah secara instan, entah yang hanya sekedar muncul dimana saja lalu menghilang, entah hanya muncul disaat masa kampanye dengan membawa bendera salah satu partai.
Membangun Indonesia dari Desa bisa dilakukan oleh siapapun yang tentunya sangat berat jika dijalankan sendiri untuk potensi yang lebih luas, butuh dukungan tim yang solid, regulasi pendukung dari kementrian dan pemerintah, disupport / dibukakan segmen pasar (jika berhubungan dengan penjualan produk). yang paling utama adalah adanya support pembiayaan yang fleksibel dan tidak mencekik leher.
Membangun Indonesia dari Desa, kita orang indonesia biasa saling menghargai setiap orang dengan apresiasi yang bagus tapi dalam hal urusan apresiasi dalam bentuk uang terkadang masih belum bisa melihat dari sisi lain, bagaimana hal itu bisa terjadi bagaimana bisa menghasilkan bagaimana hingga itu menjadi sukses. kita hanya diapresiasi dengan sedikit nominal uang dan banyak sanjungan yang benar benar tidak menghargai jerih payah bangsanya sendiri, bukan berarti segala sesuatu dinilai dengan uang. Tapi jika ini dalam konteks menghasilkan profit kenapa yang terlibat tidak mendapatkan profit, dan lebih parahnya hanya diapresiasi dengan nasi bungkus dan sertifikat yang tak berfungsi apa -apa. semuanya butuh makan dan tidak semuanya yang terlibat adalah berkecukupan.
bagaimana jika dalam perjalanan kehabisan bensin dan tak ada uang sepeserpun, apakah hanya sanjungan yang diberikan ? sedangkan dia terpaksa berhutang bensin yang tak tahu kapan harus dibayar dan memilih masa bodoh saat melewati warung tempatnya berhutang. bukankah ini memilukan ?, lalu bagaimana tanggapan si pemilik warung ?. Semua harus dipikirkan dengan baik, jangan sampai program baik didalamnya ada yang memilukan.Â
Membangun Indonesia dari Desa Bisa, Bisa diwujudkan dengan perencanaan yang baik, progress dan control yang baik, untuk mewujudkan desa maju Indonesia maju, desa membangun Indonesia membangun, desa makmur Indonesia Makmur.
Sebagai Renungan, mana yang lebih dulu.
Orang Tua Membesarkan Anak ?
Orang Tua Merencanakan Masa Depan Anak ?
Ataukah
Anak Membesarkan Orang Tua ?
Anak Merencanakan Masa Depan Orang Tua ?
Sebagai Renungan,Â
Membeli kacang dengan uang Rp. 1.000 + ucapan terimakasih 100 x
Vs Membeli kacang dengan uang Rp. 1.000.000 tanpa ucapan terimakasih
manakah yang akan mendapatkan kacang lebih banyak jika harga kacang Rp. 100 per 100 gram ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H