Yang berbeda dari Indonesia, sebaran usaha dan bisnis lebih luas di kalangan pelaku. Jumlah mereka lumayan besar mencapai 50 juta unit usaha di seluruh Indonesia. Sedang, para konglomerat jumlahnya tak lagi sebesar pada era Orde Baru dan menjadi tumpuhan ekonomi nasional dalam mengentas pengangguran, kemiskinan dan keterbelakangan. Jusuf Kalla meyakinkan, daya tahan ekonomi nasional dari terpaan krisis finansial global karena kondisi makroekonomi jauh lebih stabil, baik dan menghasilkan.
Pengusaha nasional, regional dan lokal harus diberi tempat khusus dalam menggerakkan roda ekonomi nasional. Berbagai privilage seperti pemotongan pajak, pembebasan bea masuk, paket kebijakan insentif lainnya diberikan kepada pengusaha dalam negeri, sehingga mampu bersaing dengan pengusaha luar negeri. Kebijakan ini sama-sama lazim dilakukan oleh negara manapun di dunia untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan ekonomi nasional. Amerika, China, Jepang, India dan lain sebagainya juga menerapkan kebijakan ini untuk melindungi ekonomi dalam negeri di tengah-tengah globalisasi ekonomi sekarang.
Globalisasi ekonomi benar-benar mengerikan. Pangsa pasar negara-negara berkembang dikuasai oleh produk-produk luar negeri, hatta produk kecil sekalipun. Di Indonesia misalanya, tusuk gigi yang berbahan kayu atau bambu, dikuasai produk China. Padahal, bahan mentah dari produk ini melimpah ruah di alam Indonesia. Lalu kemana pengrajin, pengusaha, dan pemerintah mendaulatkan tusuk gigi lokal dalam negeri sendiri?
Indonesia yang terkenal sebagai "negara agraris" dan 80 persen penduduknya bermatapencarian sebagai petani, juga tak mampu mendaulatkan produk-produk pertaniannya di dalam negeri sendiri. Bangsa ini ternyata pengimpor besar beras, gula, buah, daging, dan produk pangan lain, yang membuktikan kemerdekaan masih jauh dari negeri ini. Kemerdekaan masih dalam pengertian politik, sedang dalam pengertian ekonomi masih belum.
Singkat kata, kritik BJ Habibie harus ditempatkan sebagai semangat anak negeri untuk merdeka kedua kalinya. Kemerdekaan ekonomi, kedaulatan produk dalam negeri, kemandirian usaha dan modal dari dalam negeri, pengusaha yang berjiwa nasionalis sejati, pasar yang cinta produk dalam negeri, dan pemerintah yang pro sistem ekonomi demokrasi. Ini adalah garis besar meraih kembali kemerdekaan ekonomi Indonesia, dan ikhtiar untuk menentang penjajahan gaya baru dalam bidang ekonomi. Pembukaan UUD 1945 mengamanahkan, kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan penjajahan harus dihapuskan di atas dunia. Semoga!
*Moch Eksan, Pengasuh Pesantren Mahasiswa Nurul Islam 2 Mangli Jember, dan Pesantren Alam Padepokan Aziziyah Sadeng Lewissadeng Bogor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H