Sehingga realita yang terjadi, partai yang tidak disokong oleh orang yang kuat secara finansial menjadi partai gurem. Akhirnya partai gurem ini pun dipaksakan untuk memilih dua pilihan yaitu; tetap menjadi partai kecil atau bergabung dengan koalisi-koalisi agar partai menjadi kuat.
Ini menjadi tamparan keras bagi mereka para aktivis. Berimbas pada menurunya atau sepinya minat berorganisasi, baik dalam kepemudaan dan kemahasiswaan.Â
Dunia keorganisasian terutama yang bersifat organisasi pergerakan yang menanamkan nilai idealisme masa depan mengalami degradasi. Dimulai dari penurunan kuantitas kader, dengan alasan dunia aktivis tidak lagi dianggap terlalu strategis dan sexy. Khawatirnya, masa depan generasi tokoh dan negarawan sudah tidak lagi diisi oleh orang-orang yang menjunjung idealisme.
Seumpama organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan tetap berjalan sebagaimana fungsinya, tetapi tidak disangga oleh finansial anggotanya sendiri. Tidak dapat dipungkiri, banyak organisasi kepemudaan dan kemahiswaan yang terancam idealismenya.Â
Terutama bagi para aktivis sebagai motor penggerak yang berada dalam bayang-bayang para penguasa yang selalu menggoda dengan iming-iming materi dan masa depan agar mereka berada dalam cengkraman kekuasaannya. Hal ini menjadi cobaan cukup berat yang harus dihadapi, karena organisasi juga membutuhkan banyak dana untuk mobilitas pergerakan.Â
Jikalau para pemimpin organisasi ini tidak bersabar dan dapat menahan diri, maka organisasi dapat tergadaikan. Jikalau organisasi tergadaikan, maka yang terjadi organisasi berjalan tidak dengan idealismenya tetapi berjalan atas kepentingan belaka. Atau bahasa sederhananya disetir penguasa yang punya kepentingan.
Begitupun juga masa depan para aktivis yang sudah memasuki partai politik. Jika mereka hanya bermodalkan kecakapan kepemimpinan dan idealisme, tetapi tidak mempunyai persiapan finansial yang cukup. Maka mereka akan terancam oleh para elite dengan kekuatan kapitalis yang sudah terlanjur kuat dan posisi mereka yang berada di pucuk kekuasaan. Mereka akan kesulitan memberikan perubahan dalam hal apapun.
Politik yang hanya menjunjung tinggi nilai materialisme, kemudian negara dipimpin oleh para kapitalis yang tidak punya visi dan idealisme, dipastikan akan berdampak buruk bagi sebuah negara. Hal ini jelas yang merubah paradigma masyarakat pasca reformasi sampai sekarang. Bahwasanya, politik adalah serba uang.Â
Dampaknya langsung bisa kita rasakan. Bahwa masyarakat tertarik pada politik, terutama dalam pemilihan pemimpin, bukan karena mencari pemimpin idealis yang akan memberikan perubahan.Â
Akan tetapi karena ingin mendapat cipratan uang. Kalau ini terlanjur membudaya, dapat dipastikan kesejahteraan akan terancam. Kalau cara mendapatkan kekuasaan saja sudah salah, pasti ketika terpilih dan mendapat amanah memimpin juga akan salah kaprah.
Finansial dan politik memang tidak dapat dipisahkan. Tapi, prakteknya tidak boleh menyimpang. Sedangkan great pemimpin adalah orang yang kuat secara finansial, itu sudah seharusnya.Â