Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jalan Pintas Moral

5 Februari 2022   09:06 Diperbarui: 5 Februari 2022   10:32 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosiologi tunduk pada psikologi. Psikologi tunduk pada neurologi. Neurologi tunduk pada biologi. Biologi tunduk pada kimia. Kimia tunduk pada fisika. Fisika tunduk pada matematika. Matematika tunduk pada Tuhan.

Sekilas seperti anekdot, tapi dalam perspektif reduksionisme, ini adalah hierarki di mana kebenaran beberapa bidang direduksi menjadi kebenaran yang lain. Yang kemudian menjadi filosofi sains standar atau implisit yang melayang-layang di kepala kita bahkan jika kita tidak pernah secara eksplisit memikirkannya.

Kita bisa mereduksi prilaku massa atau individu dari kewaskitaan sosiologi dan psikologi misalnya, hanya di tingkat biologi dan kimia saja. Bahwa otak kita tidak pernah jauh berbeda dari otak nenek moyang kita katakan 200.000 tahun lalu, tapi dengan godaan-godaan yang tak pernah mereka kira akan sekompleks ini.

Ada pengecap rasa yang selalu sama sejak awal waktu, namun manusia makin fokus pada rasa yang ditimbulkan oleh gula, garam, dan lemak belaka, dan paling terakhir ini: rasa pedas.

Perusahaan di luar sana menghabiskan jutaan dolar hanya untuk menemukan tingkat kerenyahan yang paling memuaskan pada keripik kentang atau level sengatan yang paling menakjubkan pada minuman soda.

Dalam kompleksitasnya, masyarakat menjadi dihadapkan pada versi-versi realitas yang direkayasa habis-habisan agar kita betah berada di abad terakhir, meski di ruang terdalam kita ada kerinduan akan kesunyian di awal waktu bersama moyang-moyang kita.

Otak dapat mencegah kita untuk terus mengunyah dalam menit tertentu dengan menimbulkan rasa kenyang, namun mereka membuat rekayasa sensasi yang disebut bliss point agar kita terus bergairah dan ketagihan sepenuh waktu.

Dalam kompleksitasnya, masyarakat menjadi dihadapkan pada versi-versi realitas yang direkayasa habis-habisan agar kita betah berada di abad terakhir, meski di ruang terdalam kita ada kerinduan akan kesunyian di awal waktu bersama moyang-moyang kita.

Bagaimana dengan rasa cinta? Banyak senandung pilu dan elegi cinta yang dikumandangkan mulai Dante, Rumi hingga Gibran. Cinta yang menjadi rintihan panjang dan keluhan perasaan setua dunia dapat saja direduksi hanya sebagai sekumpulan reaksi kimia di dalam otak yang dipicu oleh dopamin, testosteron, oxytocin, norepinerhine dan phenylethylamine.

Dalam Atomic Habits, James Clear mengangkat percobaan yang pernah dilakukan tentang pemicu gairah yang ditimbulkan oleh zat kimia tubuh bernama dopamin. Ahli neurologi James Olds dan Peter Milner melakukan eksprimen pada 1954 dengan menanamkan elektroda di otak tikus untuk memblokade pelepasan dopamin.

Hasilnya tikus-tikus yang sangat lasak dan rakus itu tetiba kehabisan semangat hidup, kehilangan selera makan juga seks. Bahkan sekadar minum untuk bertahan hidup. Hal sebaliknya terjadi seketika otak mereka kembali dibanjiri dopamin.

Bagi manusia dopamin memainkan peran paling penting dalam banyak proses neurologi, termasuk motivasi, belajar dan memori, hukuman dan kebencian, serta tindakan-tindakan yang disengaja.

Dopamin akan membanjiri otak kita secara otomatis oleh trigger tertentu. Benak seorang penjudi terlebih dahulu mengalami lonjakan dopamin tepat sebelum memasang taruhan, bukan setelah mereka menang. Seorang yang ketagihan kokain akan kebanjiran dopamin saat melihat bubuk itu, bukan setelah memakainya.

Maka metode reduksionisme bisa saja memintas rekayasa sosiologi dan psikologi untuk mengantisapasi prilaku minor pada individu hanya dengan memblokir pintu masuk dopamin ke dalam sistem syaraf manusia.

Bagaimana dengan gairah-gairah (raving) dalam berbuat nista dan hasrat (desire) untuk mengulang-ulang tabiat jahat yang gagal melewati nasihat keimanan dan khotbah moral? Mengapa tidak disumbat saja selang dopaminnya? ~MNT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun