Kesetiaan ekstrem para pengikut Pythagoras ini di belakang hari dikenal sebagai Chauvinisme. Istilah ini kemudian mengalami perluasan makna hingga ke ultranasionalisme dan bias gender. Intinya sikap ini berpunca dari menolak pandangan alternatif apapun.
Pythagoras tidak menemukan cara untuk membantah pembuktian Hippasus ini, namun keberadaan bilangan irasional telah bertentangan dengan filosofi yang dianut olehnya. Hal ini menimbulkan murka para fanatik ajaran Pythagoras.
Mereka menilai penemuan Hippasus telah mengolok-olok hukum mutlak bahwa semua bilangan adalah rasional. Hippasus dikutuk mati oleh sejawatnya sebagai pembawa ajaran sesat.
Spekulasi tentang kematian Hippasus yang popular adalah, para pengikut Pythagoras menenggelamkan Hippasus bersama temuannya ke laut saat melakukan pelayaran di samudra, lalu mereka bersumpah untuk merahasiakan keberadaan bilangan irasional tersebut.
Kesetiaan ekstrem para pengikut Pythagoras ini di belakang hari dikenal sebagai Chauvinisme. Istilah ini kemudian mengalami perluasan makna hingga ke ultranasionalisme dan bias gender. Intinya sikap ini berpunca dari menolak pandangan alternatif apapun.
Chauvinisme merujuk kepada sosok pria asal Perancis (1839) bernama Nicolas Chauvin, prajurit Grand Armee Napoleon, yang mengidolakan Napoleon Bonaparte dan kekaisaran lama.
Pedang Kehormatan dan uang pensiun 200 Franc sebagai imbalan yang ia dapatkan dari Napoleon ditebus dengan terluka 17 kali dan cacat parah. Konon Chauvin berakhir sebagai veteran menyedihkan dengan bertubi-tubi ejekan dalam Restorasi Prancis, ketika Bonapartisme yang ia sembah menjadi semakin tidak populer. ~ MNT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H