Dengan api, manusia melakukan pengusiran di lembah, perbukitan dan sepanjang bibir pantai. Api adalah pembuktian jejak otak reptil manusia yang cemas, tidak bijaksana dan fokus pada teritorial. Dengan api pula manusia membakar kota-kota dan buku-buku.
Dengan otak reptilnya Julius Caesar membakar perpustakaan Aleksandria, Nero membakar Roma dan Hulagu Khan membakar di Baghdad. Para pemimpin dunia modern yang berotak reptil, akan banyak berbicara tentang senjata nuklir dan pembakaran kota-kota dalam kendali jarak jauh.
Api adalah suatu megatren yang telah mencapai lapisan teratas penciptaannya dalam bentuk energi elektrifikasi yang mengantarkan kita untuk memenuhi keriangan era digital.
Selidik punya selidik, mengapa si cerdas Neanderthal punah padahal Sapiens tidak membakar penemunya. Para ahli berpendapat, periode dingin maksimal yang menerpa Eropa pada 40.000 tahun lalu menjadi faktor penting yang membuat kurangnya populasi Neanderthal hingga punah.
Neanderthal pada zamannya terlalu cerdas untuk menciptakan alat-alat, dan menganggap api bukanlah temuan terpenting. Padahal sepanjang terkungkung dalam periode dingin, api bisa menghangatkan tubuh mereka untuk tetap hidup.
Sedangkan Sapiens menjaganya seperti api olimpiade, mengembangkan unggun menjadi tungku api dan pendiangan sebagai lambang kemewahan musim dingin hingga abad pertengahan. Jika Neanderthal tiba-tiba muncul, apakah dia akan menyalahkan Sapiens?. MNT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H