Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kebenaran adalah Kesalahan yang Tertunda?

3 Oktober 2020   18:57 Diperbarui: 3 Oktober 2020   21:31 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: gettyimage

Nietzsche mematahkan Kant karena masih bermain di wilayah dogmatik, dan selalu tergoda pada angan-angan metafisis. Kant masih bermimpi tentang idealisasi moral yang tidak holistik. Kita butuh pemikir lain di atas Nietzsche untuk mendukung Kant.

Dalam arus lini masa pikiran, dogma selalu tersudut. Dulu semua penyakit dan fenomena alam dikaitkan dengan supranatural. Tidak menutup kemungkinan dogma dan metafisika terus disikut dan menyempit, sampai yang tersisa bagi kaum dogmatik adalah dogma tentang keesaan Tuhan dan wilayah transendetal yang mencakupinya.

Ilmu pengetahuan selalu punya sifat menyingkirkan Tuhan, tak terhitung berapa banyak saintis, ketika telah sampai di pucuk keilmuannya, mereka menjadi ateis, paling tidak agnostik: Stephen Hawking, Sigmund Freud, Thomas Alva Edison, Alan Turing, Karl Marx, Charles Darwin, serta Albert Einstein yang mengaku agnostik.

Nietzsche juga berbicara tentang Nihilisme. Selain tentang hidup tanpa tujuan, Nihilisme di sini juga dipahami sebagai 'kedatangan kekal yang sama -atau dalam terminologi Nietzsche: 'die Ewige Wiederkehr des Gleichen'- yang merupakan siklus berulang-ulang dalam kehidupan nirmakna, seperti datang dan perginya kegembiraan, duka, harapan, kenikmatan, kesakitan, kekhilafan, dan seterusnya.

Pada prinsipnya manusia membutuhkan pegangan dan pegangan terkuat adalah Tuhan. Tapi Nietzsche telah membunuhnya dalam alegori orang gila. Sehingga manusia tak lagi punya pegangan, ini yang menjadi pintu masuk nihilisme.

Nietzsche mengaku sebagai murid kebenaran, dan memang sulit disangkal dalam pikiran bebas manusia. Hanya dogmalah yang bisa mengucilkannya, tapi kebenaran tidak. Kebenaran di sini adalah kebenaran dalam perspektif filsafat eksistensial, sampai Tuhan harus campur tangan: Nietzsche berakhir sebagai pria patah hati dan gila. ~MNT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun