Meminjam Sukarno, bila Pancasila diperas menjadi Ekasila. Ekasila adalah gotong royong. Segenap komponen anak bangsa bisa bergotong royong untuk menjaga agar Pancasila tetap utuh, sehingga tidak lagi terkontaminasi oleh virus ideologi dari seberang lautan yang dapat mematikan jati diri dan daulat kita pada negeri ini.
Sebagai bahan kontemplasi, saya mengutip petikan pidato Sukarno yang dimuat dalam Risalah Rapat BPUPKI tentang Pancasila, Trisila, dan Ekasila pada 1 Juni 1945.
Saudara-saudara, "Dasar-dasar Negara" telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inilah Panca Darma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar. Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Apa lagi yang lima bilangannya?
Pandawa pun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima pula bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa saya, namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi. (peserta rapat tepuk tangan riuh).
Atau, barangkali ada saudara-saudara yang tidak suka akan bilangan lima itu? Saya boleh peras, sehingga tinggal tiga saja. Saudara-saudara tanya kepada saya, apakah "perasan" yang tiga itu?
Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya Indonesia Merdeka, Weltanschauung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan internasionalisme, kebangsaan dan perikemanusiaan, saya peras menjadi satu: itulah yang dahulu saya namakan socio-nationalism.
Dan demokrasi yang bukan demokrasi Barat, tetapi politiek-economische democratie, yaitu politieke demokrasi dengan sociale rechtvaardigheid, demokrasi dengan kesejahteraan. Saya peraskan pula menjadi satu: inilah yang dulu saya namakan socio-democratie. Tinggal lagi ketuhanan yang menghormati satu sama lain.
Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga, socio-nationalism, socio-democratie, dan ketuhanan. Kalau Tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah yang tiga ini. Tetapi Barang kali tidak semua Tuan-tuan senang kepada Trisila ini , dan minta satu-satu dasar saja? Baiklah, saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu itu? (Sukarno menjawab dan memberi argumen tentang Gotong Royong)
Pancasila menjadi Trisila, trisila menjadi Ekasila. Tetapi terserah kepada Tuan-tuan, mana yang Tuan-tuan pilih: Trisila, Ekasila ataukah Pancasila? isinya telah saya katakan kepada saudara-saudara semuanya. ~MNT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H