Kita meletakkannya di atas batu prasasti, di kulit pohon dan hewan, di kertas paphyrus, tablet tanah liat, dan pada akhirnya tumpukan buku di  perpustakaan yang ruang penyimpanannya selalu lebih kecil dari kapasitas otak kita.
Peletakan memori ini kita kenal dengan istilah menulis. Penemuan tulisan dan kerja menulis adalah konstalasi kosmos yang menghubungkan antarzaman, memutuskan belenggu antargaris waktu dan setiap zona disatukan dengan acak.
Sejak awal milenium 2000 kita telah melompat ke dunia digital dalam keterhubungan tanpa batas. Dunia virtual adalah dunia kita abad ini. Dunia ketika buku-buku tercetak bersaing dengan buku-buku digital yang mampu memutuskan jarak tempuh.Â
Namun buku-buku tercetak tetaplah keagungan peradaban akal, seperti Eropa yang tetap mempertahankan bangunan-bangunan tua era Victoria dan Tudor.
Menjadi pertanyaan, apakah cara pandang milenial akan tetap sama. Mereka berada di estafet terakhir ketakjuban abad ini, suatu revolusi gegas yang melejit dalam hitungan hari. Urusan-urasan fisik mulai ditinggalkan, mereka menetap lebih lama di ruang maya.
Peletakan memori kepada medium lainnya seperti buku, dan kini perpustakaan digital yang maha luas telah usai dilakukan. Satu lagi, kita tidak hanya meletakkan, tapi membiarkan proses berpikir berada di luar otak. Taruhlah teknologi usang pertama yang kita kenal adalah mesin hitung atau kalkulator.
Kini dengan cepat kita mengenal kecerdasan buatan, otomasi dan robotika. Mereka melakukan pekerjaan jauh lebih baik dari pada manusia. Ancaman akan datang dari kecerdasan buatan atau artifisial yang kita sebut AI (Artificial Intelegence). Mereka mampu berpikir seperti otak kita, dan mampu memanggil memori dalam kecepatan kilat. Kita akan semakin jauh tertinggal, bila kemudian kapitalisme masa depan makin mengabaikan humanisme.
Satu-satunya yang tidak dimiliki AI saat ini adalah kesadaran. Ia adalah Pedang Berkilauan kita, tarian kosmik kita, dan sejarah kemanusiaan kita nan elegan. Kesadaran adalah karunia Tuhan yang harus kita indahkan untuk mempertahankan eksistensi kita di bumi. Tentunya dengan dampingan iman. ~MNT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H