Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Sebelum Bicara Kitab Suci dan Fiksi, Baca Ini Dulu!

5 Februari 2019   08:44 Diperbarui: 7 Februari 2019   07:20 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kapitalisme memiliki banyak sisi baik yang dielaborasi oleh Adam Smith lewat Wealth of Nations namun kolonialisme dan perbudakan adalah sebelah sisi koin yang berwarna hitam lagi horor. Lalu Karl Marx datang berlagak mengoreksi semuanya. Ketika itu Marx sudah berhasil menghapus tuhan dari paham materialisme-historisnya. Ia seperti dibantu oleh Charles Darwin dengan sejarah evolusi dan tidak menemukan tuhan di dalam biologi: manusia datang begitu saja dari perut monyet sementara tuhan bersama Adam dan Hawa hanyalah wisatawan.

Marx menghantam Smith lewat Das Kapital, dan berupaya membelokkan sejarah peradaban dengan gagasan komunisme. Marx memusuhi tuhan dan kapitalisme yang membuat kaum pekerja atau proletar terperas sedemikian rupa. Agama kata Marx adalah candu, melahirkan manusia-manusia abad kegelapan yang membiarkan diri mereka berada dalam tekanan para tiran yang mengaku sebagai peminjam tangan tuhan.  

Sedangkan kapitalisme menciptakan feodalis berperangai buruk yang berabad-abad menginjak proletar, melakukan percepatan dengan cara perbudakan dan kolonialisme. Tapi ajaran Marx justru melahirkan umat-umat komunis yang haus darah, Lenin, Stalin, dan Pol Pot di antaranya membantai jutaan orang. Ironisnya, doktrin komunisme berakibat mengembalikan pengikutnya ke zaman kegelapan, bahkan mungkin lebih gelap.

Sejarah peradaban menjadi seperti siklusi roda hamster. Meski dunia terus bersolek dengan kemajuan spekta, tapi pikiran manusia tidak seperti garis linier terutama kepada cara kita menyapa Tuhan. Lalu bagaimana cara kita bertuhan di abad ini, ketika kapitalisme hedonistik melahap kita detik demi detik?

Kapitalisme modern memang lebih santun, tapi soal hubungan dengan Tuhan ia makin mirip dengan komunisme. Tuhan dilarang berkeliaran kemana-mana dan dikunci di ruang penyembahan. Di ruang publik, kapitalisme-sekulerisme hanya ingin seluruh umat manusia menyembah tuhan yang sama dan hampir tanpa penolakan: uang.

Dari tadi saya menulis Tuhan dengan huruf T kecil, tapi belum juga sampai kepada bahasan apakah kitab suci itu fiksi atau bukan. Anda punya ide? ~MNT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun