Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kita Semua adalah Filosof Sampai Umur Lima Tahun

21 Desember 2018   14:12 Diperbarui: 21 Desember 2018   14:58 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang tidak sempat saya katakan pada seminar tersebut adalah: kebebasan yang didambakan banyak orang ternyata bukanlah anugerah, tapi justru kutukan, terutama ketika manusia sampai kepada pilihan-pilihan yang sulit dan harus menanggung risiko atas pilihan-pilihan yang salah.

Tepat, manusia bebas untuk membunuh. Tapi seorang pembunuh yang sedang dihadapkan kepada kursi listrik akan mulai mempertanyakan kutukan kebebasan itu, mengapa Tuhan tidak menegahnya, atau menghapus opsi membunuh dari muka bumi.

Yang kedua soal Johann Wolfgang von Goethe (1749-1832) dengan kutipannya: Barang siapa tidak dapat belajar dari masa tiga ribu tahun berarti dia tidak memanfaatkan akalnya. Goethe adalah seorang filosof dan sastrawan Jerman di abad Romantisme Eropa.

Dia pernah menulis novel berjudul The Sorrows of  Young Werther. Akibat novel ini 2000-an pemuda Eropa bunuh diri melalui cara dan pakaian yang sama dengan pemuda Werther dalam novel itu. Hanya gegara putus cinta, Werther lalu menembak kepalanya sendiri.

Saya belum menemukan apakah ada kaitannya, namun fenomena novel Goethe memberi pembenaran kepada aliran filsafat eksistensialisme. Bahwa manusia harus menciptakan eksistensinya sendiri, sebelum esensinya dimunculkan. Ribuan pemuda yang bunuh diri tersebut sedang meniru esensi pemuda Werther yang diciptakan oleh Goethe.

Jean Paul Sartre (1905-1980) mengklaim, salah satu konsep sentral eksistensialisme yakni eksistensi mendahului esensi. Yang berarti pertimbangan terpenting bagi seorang individual bahwa mereka adalah entitas yang bersikap, bertindak secara independen, dan sadar (eksistensi) bukan atas label, peran, stereotipe, definisi, atau kategori lainnya (esensi). Manusia memiliki kehendak bebas, yang tidak dikendalikan oleh esensi yang datang dari luar.

Terakhir adalah soal mitos yang ditolak mentah-mentah oleh kaum saintis. Mereka tidak bisa begitu saja membuang mitos ke dalam tong sampah peradaban, karena hampir seluruh keseharian mereka dirangkumi oleh mitos-mitos mulai dari sistem mata uang, konsep negara, logo-logo, bendera, demokrasi, nasionalisme, toga, pesta-pesta ekstravaganza, nomor-nomor cantik, nama-nama bulan dalam kalender, nama-nama pesawat penjelajah, bahkan nama-nama mereka sendiri. Seorang profesor materialisme bersin-bersin, ia mengaku terserang influenza. Influenze berasal dari influence yang berarti pengaruh, dari mitos adanya pengaruh para dewa jahat yang membuat manusia sakit. ~MNT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun