Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sastra Glorifikasi Versus Sains Sejarah

7 Desember 2018   09:46 Diperbarui: 12 Desember 2018   23:15 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alam Melayu tidak mendapat percikan renaisans meski sebenarnya ia dapat berlaku universal secara humanisme renaisans sendiri adalah penciptaan manusia universal. Bila kita ingin menggugat renaisans sebagai kebangkitan kembali, apa yang bangkit dari Eropa selain Yunani? 

Mereka mengaku-aku begitu saja sebagai bagian dari kehebatan silam Yunani terutama Athena, yang memang lemah mempertahankan kekentalan darah filosofnya. Dengan kata lain, renaisans bukan eksklusivisme  Eropa, ledakan pemikiran juga bisa terjadi di alam Melayu di masa yang sama, tapi itu tidak terjadi sebagai sisi gelap feodalisme.

Feodalisme di Eropa sebenarnya juga menghambat gelegak magma renaisans. Negara-negara besar Eropa seperti Perancis dan Spanyol adalah monarki absolut, dan lain-lain berada di bawah kontrol langsung Gereja. Republik-republik kota mandiri Italia utamanya Florence lah yang mengambil alih prinsip-prinsip kapitalisme dan memicu revolusi komersial. Hal yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk kemudian mendahului dan membiayai renaisans.

Metodologi penulisan Sulalatus Salatin pun cukup mencemaskan, ditulis tangan dengan mengambil masa sangat lama hanya untuk satu buku. Belum kemudian dihadapkan oleh para penulis ulang yang mengancam orisinalitasnya. Teknologi dan kegempaan pikiran tidak menyentuh benua Melayu yang tengah mabuk feodalisme, padahal 164 tahun sebelum itu tepatnya 1450 M, Johann Gutenberg sudah mengumumkan mesin cetaknya.

Harus disadari bahwa Sulalatus Salatin lahir dari hegemoni feodalis, meski Tun Sri Lanang sendiri adalah bagian dari orang dalam istana. Ia ingin menyenang-nyenangkan hati sultan dengan narasi-narasi epik terhadap penguasaan ruang dan pemujaan kultus yang berlebihan. 

Sayangnya kita tidak menemukan teks pembanding selain narasi tunggal yang tampaknya diimani sebagai kitab suci demi glorifikasi, sekaligus legitimasi sejarah monarki di pihak lain. ~MNT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun