Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sastra Glorifikasi Versus Sains Sejarah

7 Desember 2018   09:46 Diperbarui: 12 Desember 2018   23:15 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilusrtasi: stance.com

Bagian II

Makalah Seminar Internasional: Peran Penyair dalam Sejarah

Aston Hotel Tanjungpinang, 30 November 2018

Oleh: Muhammad Natsir Tahar

Ketika inspirator saya, Dato' Rida K Liamsi menyodorkan tema seminar ini: Sumbangan Sastra pada Sejarah, saya menganggapnya sebagai jebakan filosofis, mengenang beliau seorang tokoh sastrawan sekaligus budayawan yang punya samuderanya sendiri.

Sastra dan sejarah terlihat seperti dua sisi koin. Apakah sastra menyumbang kepada sejarah, sebaliknya atau saling. Dalam Klasika, sastra dan sejarah dihimpun bersama-sama dengan filsafat, seni, dan arkeologi sebagai bagian dari studi utama Humaniora.

Maka sejarah dan sastra sebahu dalam peradaban manusia. Mereka bahkan saling mengutangi. Sejarah sebagai mitologis -agar ia lebih leluasa mengungkapkan dirinya- membutuhkan sastra lebih dari teman seiringan. 

Hanya sastra lah yang ingin melihat sejarah tumbuh besar, untuk melengkapi kepingan fakta yang sangat terbatas dengan kelimpahan mitos sehingga ia menjadi bangunan istana yang megah.

Sebaliknya, jika sejarah tidak ingin mengalah untuk mengorbankan orisinalitasnya, sastra akan segera kelelahan di bait pertama. Sastra akan memetik mitos-mitos untuk membangun metabahasa, dan mendaki puncak estetikanya. 

Keduanya menjalin simbiosa mutualis ketika sejarah menjadi labil, hilir mudik antara logika, lagenda dan mitos. Ini demi tugas mulia para penulis (sastra) sejarah kuno untuk mengagungkan leluhurnya dengan majas-majas hiperbola hingga melahirkan sejarah virtual atau sejarah kontra-faktual.

Meminjam Stephen Palmquist tentang empat ide dasar sejarah umat manusia yakni mitos, sastra, filsafat, dan ilmu. Masih tersisa dua hal yakni filsafat dan ilmu. Filsafat dengan sifat dasar holistik dan kecenderungan metafisisnya tidak ingin lekas-lekas membuang mitos ke dalam tong sampah peradaban, tapi menjaga kemungkinan masih ada yang bisa digali darinya.

Sedangkan ilmu atau fisika sosial sejarah, telah lama mengasingkan diri sejauh-jauhnya dari mitos bahkan logos sejak dimulainya revolusi kognitif. Semisal, ketika menulis Sejarah Alam pada ujung abad ke-16, Francis Bacon mendefiniskan, historia atau sejarah adalah pengetahuan tentang objek yang ditentukan oleh ruang dan waktu, yang disediakan oleh ingatan, sementara ilmu disediakan oleh akal, dan puisi disediakan oleh fantasi.

Impian zaman keemasan di Yunani Kuno mengacu pada kebudayaan Minos-Misena, yang pudar pada masa Perang Troya (kira-kira 1200 SM). Zaman itu merupakan inspirasi untuk perekaan mitos-mitos Yunani. Perkembangan yang paling signifikan berikutnya dalam sejarah Yunani adalah penciptaan epos-epos Homeros dan Hesiod ( 700 SM), yang bahan-bahannya meluncur dari kompleks mitos ini.

Sejarah tertulis Cina dimulai sejak Dinasti Shang (1750 SM - 1045 SM). Cangkang kura-kura dengan tulisan Cina kuno yang berasal dari Dinasti Shang memiliki penanggalan radiokarbon hingga 1500 SM. Budaya, sastra, dan filsafat Cina berkembang pada zaman Dinasti Zhou (1045 SM hingga 256 SM) kemudian dilanjutkan oleh Dinasti Shang. Dinasti ini merupakan imperium yang paling lama berkuasa dan pada zaman dinasti inilah tulisan Cina modern mulai berkembang.

Sementara Hikayat Melayu yang mengacu kepada Sulalatus Salatin, Malay Annals, Hikayat Hang Tuah, Tuhfat al Nafis, dan seterusnya adalah campuran antara mitos dan fakta sejarah. Ketika fase mitos-mitos Yunani disulam oleh Homer, mitologi sekaligus sejarah Melayu paling tidak dimulai oleh Tun Sri Lanang yang kemudian direproduksi oleh Munsyi, Raffles, dan Shellabear.

Rancangan Sulalatus Salatin menjadi satu-satunya peninggalan sastra sekaligus sejarah yang dapat selamat  dari spekulasi tenggelamnya perahu haloba Portugis yang syarat muatan, sehingga buku-buku dari Istana Melaka ikut terkubur di dasar laut (lihat: Prolog Sulalatus Salatin -- A. Ahmad Samad, Kuala Lumpur, 1978).

Tun Sri Lanang atau Tun Muhammad telah melahirkan versi sulung Sulalatus Salatin sebelum kemudian dibuat sedikitnya 29 versi tulis tangan yang kemudian tersebar ke sejumlah negara, Inggris (10 di London, 1 di Manchester), Belanda (11 di Leiden, 1 di Amsterdam), Indonesia (5 di Jakarta), dan 1 di Rusia (Leningrad).

Menurut Winstedt, kitab Sulalatus Salatin mulai dikarang bulan Februari 1614 dan selesai Januari 1615, sewaktu menjadi tamu di kawasan Pasai. Itu artinya Eropa sedang berada di puncak renaisans. Bahkan telah didahului oleh seniman dunia macam Desiderius Erasmus (1466-1536), Leonardo da Vinci (1452-1519), Michaelangelo (1475-1564).

Eropa juga menjadi lokus para penulis sastra kelas dunia. Sastra di Eropa telah dimulai sejak 880 SM, kemudian berlanjut dengan Sastra Latin, sastra abad pertengahan, sastra renaisans serta dimulainya sastra modern pada tahun 1800 Masehi.

Pemuncak sastra klasik dalam bidang drama misalnya, diwakili oleh Sophocles lewat Oedipus Rex and Antigone. Sastra Latin mempersembahkan The Aeneid oleh goresan emas Virgil, lalu Wiliam Shakespeare menyeruak pada awal abad pertengahan melalui keagungan Hamlet. Sastra Renaisans merayakan zaman keemasan mereka dalam kegurihan Dr. Fraus oleh Marlowe, sedangkan pengabdi sastra modern berdecak kagum pada Pygmalion garapan Bernard Shaw.  

Yang mereka-mereka ini telah pula didahului Abu Nawas (756 - 814), Jalaluddin Rumi (1207-1273), dan  Umar Khayym  (1048 -- 1131). Sebagaimana juga sejarah mencatat ilmuan Muslim adalah batu api pembangkit Eropa.

Akibat cengkaman feodalisme dan kolonialisme Eropa, Semenanjung Melayu tidak melahirkan sastrawan yang dapat dicatat oleh dunia, selain mungkin Tun Sri Lanang di masa itu. Secara universal, posisi Semenanjung Melayu dan Nusantara umumnya yang menjadi persilangan antara Timur dan Barat memiliki kesempatan yang besar untuk mencerap renaisans dengan kegemilangan filsafat analitik Barat junto Islam serta sekaligus kearifan filsafat sintetik Timur.

Alam Melayu tidak mendapat percikan renaisans meski sebenarnya ia dapat berlaku universal secara humanisme renaisans sendiri adalah penciptaan manusia universal. Bila kita ingin menggugat renaisans sebagai kebangkitan kembali, apa yang bangkit dari Eropa selain Yunani? 

Mereka mengaku-aku begitu saja sebagai bagian dari kehebatan silam Yunani terutama Athena, yang memang lemah mempertahankan kekentalan darah filosofnya. Dengan kata lain, renaisans bukan eksklusivisme  Eropa, ledakan pemikiran juga bisa terjadi di alam Melayu di masa yang sama, tapi itu tidak terjadi sebagai sisi gelap feodalisme.

Feodalisme di Eropa sebenarnya juga menghambat gelegak magma renaisans. Negara-negara besar Eropa seperti Perancis dan Spanyol adalah monarki absolut, dan lain-lain berada di bawah kontrol langsung Gereja. Republik-republik kota mandiri Italia utamanya Florence lah yang mengambil alih prinsip-prinsip kapitalisme dan memicu revolusi komersial. Hal yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk kemudian mendahului dan membiayai renaisans.

Metodologi penulisan Sulalatus Salatin pun cukup mencemaskan, ditulis tangan dengan mengambil masa sangat lama hanya untuk satu buku. Belum kemudian dihadapkan oleh para penulis ulang yang mengancam orisinalitasnya. Teknologi dan kegempaan pikiran tidak menyentuh benua Melayu yang tengah mabuk feodalisme, padahal 164 tahun sebelum itu tepatnya 1450 M, Johann Gutenberg sudah mengumumkan mesin cetaknya.

Harus disadari bahwa Sulalatus Salatin lahir dari hegemoni feodalis, meski Tun Sri Lanang sendiri adalah bagian dari orang dalam istana. Ia ingin menyenang-nyenangkan hati sultan dengan narasi-narasi epik terhadap penguasaan ruang dan pemujaan kultus yang berlebihan. 

Sayangnya kita tidak menemukan teks pembanding selain narasi tunggal yang tampaknya diimani sebagai kitab suci demi glorifikasi, sekaligus legitimasi sejarah monarki di pihak lain. ~MNT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun