Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dari Guntenberg ke Zuckerberg dan Lima Abad yang Menyedihkan

18 November 2018   12:19 Diperbarui: 12 Desember 2018   23:16 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: lindseyhoshaw.files

Tepat ketika Web mulai berubah menjadi platform untuk berkontribusi dan berkolaborasi, Mark Zuckerberg masuk Havard University. Beberapa pekan setelah lulus ujian tentang Kaisar Agustus di Roma, Zuckerberg  meluncurkan Facebook dari asrama mahasiswanya, Februari 2004.

Ia pindah ke California pada musim panas itu, niatnya semula akan kembali ke Harvard untuk menuntaskan studinya pada ilmu komputer, tapi ternyata ia berhenti kuliah untuk menjadi CEO penuh waktu Facebook, jejaring sosial yang sejak awal dikenal tampil beda untuk sesama teman. Karena ia telah berbeda dengan MySpace misalnya, tempat kita terhubung dengan komunitas sesama anonim dan menyebut diri sebagai Mooselips atau Cyberchic. 

Di belakang Facebook ada Twitter sebagai jejaring sosial dan mikroblog daring yang memungkinkan penggunanya untuk berkicau dalam batas 140 karakter. Lagi - lagi tercipta dari tangan dingin seorang mahasiswa, Jack Dorsey, Maret 2006 sebelum berada di bawah kendali Zuckerberg.

Ia terinspirasi oleh Flickr dan kode singkat SMS Amerika yang jumlahnya lima digit. Gagasan awal Twitter lebih sederhana lagi. "Kami memilih kata 'twitter', dan itu sempurna. Defenisinya adalah ledakan singkat informasi tidak penting, dan celotehan burung. Dan seperti itulah tepatnya produk ini," kata Dorsey.

Yang paling bungsu dan paling unyu -setidaknya- dialah si Instagram. Lahir untuk dipersembahkan kepada jemaah Narcissistic yang mengejar kepuasan dari kekaguman ego agar foto dan videonya dipampangkan ke tengah dunia. Lahir dari rahim perusahaan digital bernama Burbn, Inc, Oktober 2010, yang kemudian dijadikan anak angkat oleh Zuckerberg.

Gutenberg dan Zuckerberg sama-sama membawa pengaruh kebudayaan terhebat di dunia, tapi lihatlah perbedaannya di kita. Gutenberg membuka abad pencerahan pemikiran karena pelipatgandaan buku-buku sehingga dapat dijangkau penuh minat.

Tapi Zuckerberg tanpa sengaja, telah menarik jutaan kaum milenial Indonesia yang secara generasi ke generasi sudah jauh dari buku, menjadi semakin jauh. Lalu memulai secara serius pencarian bahan bacaan ringan khas sosial media, bahkan ikut tenggelam dalam badai kekusutan pikiran yang mereka sebut pesta demokrasi. ~MNT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun