Di era milenial, fitnah mendapat penghormatan dari penghalusan makna (Ameliorasi) dengan munculnya istilah hoax atau hoaks dalam serapan Indonesia. Istilah hoaks mengandung virus mematikan. Ketika makna fitnah menjadi seringan kapas, seseorang yang ikut-ikutan menebar fitnah dengan enteng akan berkata: maaf saya cuma copas dari group sebelah.
Kita membutuhkan kecerdasan milenial untuk segala bentuk hoaks tidak hanya yang bermuatan tuduhan palsu. Jangan sampai-sebagai misal-karena tips kesehatan yang berasal dari hoaks tersebar luas, yang kita sebut obat justru menjadi racun, mengancam nyawa orang tak berdosa.
Kita bahkan menyimpan potensi untuk menyebar dan menikmati cerita sensasional ketimbang fakta yang datar. Sebagai kerumunan yang gemar terperanjat, reaksioner, melankolis dan penuh emosional, hoaks mudah tumbuh di sana.
Ujung jempol penuh fitnah semakin lama semakin terasa enteng, ketika hoaks dianggap bebas dosa, ketika masyarakat digital makin permisif bahkan terhanyut tanpa penggalian sedikit saja. Hoaks bahkan dianggap gurauan belaka sementara ia akan menjadi tumpukan sampah beracun di masa depan, ketika anak cucu kita yang seputih kertas mulai menenggak racun itu lalu tergeletak dalam kesesatan hoaks.
Adalah burung Vulture. Ia adalah perlambang bagi para penggosip. QS Al Hujurat: 12 mengecam penggunjing sebagai sang pemakan bangkai saudaranya. Bual-bual tingkat kedai kopi, sosial media, group pertemanan, sampai perbincangan aib orang yang dikemas dengan mahal dan bergengsi oleh para kapitalis infotainment, framing media-media partisan dengan cara pembunuhan karakter, tidak lain adalah tumpukan burung Vulture yang mencabik-cabik.
Bahkan gosip yang lebih ringan karena menceritakan fakta dan bukan dusta saja dianggap sebagai pemakan bangkai, apatah lagi para penebar fitnah. Kita butuh kehati-hatian karena manusia yang memproduksi fitnah dengan yang ikut membantu menyebarkan, biarpun semata copas dari group sebelah atau dibagikan dari sembarang laman internet, level kejahatannya berada di atas pembunuh. ***
Muhammad Natsir Tahar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H