Kita sulit menebak apakah Hawking seorang ateis total atau masih meraba Tuhan (agnostik). Sebab ia masih menyelundupkan Tuhan di balik keangkuhan postulatnya. "Einstein salah ketika mengatakan 'Tuhan tidak bermain dadu'. Dengan mempertimbangkan lubang hitam maka Tuhan bukan hanya main dadu namun kadang juga membuat kita bingung dengan melempar lubang-lubang hitam yang tidak bisa dilihat," ucap Hawking dalam The Nature of Space And Time, terbit 1996.
Kita juga tidak tahu, apa yang terjadi kepada Hawking dan orang-orang ateis lainnya setelah wafat. Atau misalnya seperti Pof. Paul Ehrenfest yang sengaja bunuh diri untuk menembus alam baka, guna memastikan apakah benar ada Tuhan di sana. Hawking sudah merasa sempurna dengan sains yang ia pelajari. Menurutnya, sains akan menang karena ia bisa bekerja. Sains berbasis observasi sedangkan agama berbasis kekuasaan yang memaksa.
Terbalik dengan Aristoteles, sebagai bapak ilmu pengetahuan kognitif ia pernah menyebut, di alam kosmos ini terdapat penggerak-penggerak yang lain yakni penggerak-penggerak cerdas dari planet-planet dan bintang-bintang. Ia disebut Penggerak Agung (The Prime Mover), atau Tuhan. Pula Rene Descartes sebagai bapak filosof modern sekaligus ilmuan dan matematikawan pernah menyebut, Tuhan adalah zat nirbatas dan abadi serta tidak berubah, mandiri, dan maha tahu.
Pastikan kita tidak goyah, bahwa Hawking akan bertemu Tuhan di sana, atau iman kita sedang dipertanyakan. Lubang hitam itu mengancam iman, karena ia akan memutar ulang dan mengaduk-aduk keseluruhan waktu garis lurus, sejak kita tiada, ada dan kembali tiada. Jika benar, maka lubang hitam akan mengacak-acak sejarah umat manusia, sejarah kenabian, bahkan sejarah tentang Tuhan itu sendiri. Selamat Jalan Hawking Sang Penggoda.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H