Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Tanpa Filsafat, Kita Hanya Bermain dengan Gelembung Sabun

10 Februari 2018   19:17 Diperbarui: 10 Juli 2018   14:31 2195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita tidak dapat melangkah untuk kedua kalinya ke dalam sungai yang sama. Jika itu terjadi maka kita dan sungai - keduanya - telah berubah. Segala sesuatu mengalami perubahan terus menerus dan tidak ada yang menetap, kata Heraclitus. Plato pula berseru, apa yang terlihat di alam ini hanya seumur gelembung sabun, menunggu pecah dan kembali tiada.

Jangan tanyakan kepada seorang filosof tentang kontes ratu sejagat atau pergerakan harga cabe keriting sehari - hari. Mereka terlahir untuk mengabaikan buah bibir, mulailah bertanya tentang apa yang paling indah, paling benar atau yang paling ideal. Inilah sebabnya para filosof menjadi tidak populer, selain diburu dan dibunuh di zaman kuno. Mereka bahkan tidak menganjurkan - seperti yang dilakukan banyak orang - menulis panjang-panjang atau berdiskusi serius tentang gelembung sabun tertentu yang hanya berumur lima detik.

Sebuah aliran 'tergila' dalam filsafat pernah dibawakan oleh Antisthenes, sama seperti Plato, ia juga murid Socrates. Aliran itu disebut Filsafat Sinis, yang berbicara tentang dunia materi yang acak dan mengambang sebagai bukan sumber dari kebahagiaan. Karena kebahagiaan sejati justru terletak pada ketidaktergantungan akan hal - hal semacam itu.

Antisthenes menurunkan ilmunya kepada Diogenes yang fenomenal sebagai Filosof Tong. Konon ia hidup dalam sebuah tong tanpa apapun kecuali mantel lusuh, tongkat, kantong roti, dan kadang - kadang sinar matahari. Pada suatu hari, ia dikunjungi oleh seorang penguasa imperium terbesar di dunia Alexander Agung, barangkali sang filosof membutuhkan uluran tangan. Tanpa menoleh kepada Sang Agung, ia berkumandang: bergeserlah ke samping, Anda menghalangi matahari!

Ilsutrasi: www.cdn.theatlantic.com
Ilsutrasi: www.cdn.theatlantic.com
Dalam sepanjang sejarah filsafat, para filosof menganut dan menguatkan beberapa aliran, namun yang paling menyita perhatian adalah antara dua dari tiga filosof besar yakni Plato dan Aristoteles. Pada pergolakan pikiran, Aristoteles adalah murid paling pembangkang. Dua puluh tahun ia menyerap filsafat Plato untuk kemudian mematahkannya.

Plato berusia 29 tahun ketika Socrates minum racun cemara, sebagai hukuman terlalu rajin bertanya tentang definisi kepada semua orang dan membiarkan mereka tergeletak tak berdaya. Dari sana Plato membuat tikungan yang tajam antara negara fakta dan negara ideal utopia. Ia menulis Apologi untuk membela Socrates lalu kumpulan Episteles dan 20 Dialog filsafat. Karya - karya itu menjadi utuh untuk diwariskan karena Plato mendirikan sebuah akademi pertama dunia, berasal dari kata Academus, pahlawan lagendaris Yunani.

Esensi filsafat Plato adalah Idea. Idea menurutnya adalah citra pokok dan perdana dari realitas, nonmaterial, abadi, dan tidak berubah. Pandangan Plato terhadap idea-idea dipengaruhi oleh pandangan Sokrates tentang definisi.

Plato juga terkenal dengan Mitos Gua, yang ia tulis dalam Republic. Tentang beberapa orang yang terkekang di dalam gua dengan kaki dan tangan terikat. Mereka melihat di dinding gua tersebut terdapat bayangan dari makhluk - makhluk menyerupai manusia, karena ada api di belakangnya. Maka yang tampak oleh orang - orang tersebut hanyalah bayangan itu, yang telah mereka lihat sejak lahir sehingga menganggap itulah realita.

Seseorang berhasil terlepas dari kekangan, dan kemudian terpesona setelah melihat warna - warni nyata yang memantulkan bayang - bayang. Keindahan itu adalah idea dan bayang - bayang tadi adalah dunia. Dari sini Plato melahirkan gagasan tentang negara filosofis yang paling ideal seperti diturunkan dari surga dan belum pernah ada. Plato menganjurkan agar negara dipimpin oleh seorang (berjiwa) filosof, menekankan kepada substansi ketimbang sibuk melayani fakta - fakta gelembung sabun.

Namun Plato dianggap terlalu mengawang - awang oleh Aristoteles yang lebih menekankan kepada pembuktian empiris. Ackrill J. L. (1997) dalam Essays on Plato and Aristotle, menyebut, logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal.

Sedangkan di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk demokrasi dan monarki. Aristoteles sangat menekankan fakta empirisme untuk pengetahuan. Filsafat Aristoteles memang lebih mementingkan logika, namun agak mengabaikan esensi seperti Plato.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun