Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Yang Bisa Damai di Bumi itu Hanya Masyarakat Kosmo?

20 Februari 2017   10:35 Diperbarui: 20 Februari 2017   12:12 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: cdn2.tstatic.net

Dalam sebuah risalah dikisahkan, para malaikat berberat hati ketika Tuhan berfirman akan mengutus manusia ke muka bumi. Malaikat - malaikat risau, jika diwariskan bumi kepada manusia, maka mereka akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah. Ketika malaikat mengatakan itu, manusia belum pernah ada dan Adam masih berbentuk blue print.

Malaikat tidak mungkin mendahului Tuhan sebagai ahli nujum dengan bola kristal yang seakan mampu memprediksi masa depan bumi. Salah satu kemungkinannya adalah, dalam cetak biru manusia sudah terlihat adanya elemen - elemen perusak.

Maka penindasan dan kekejaman akan selalu menjadi protret buram pada mozaik historia manusia mulai dari zaman megalitikum hingga dimensi kekinian makhluk Net Gener. Membuka kitab – kitab sejarah dunia, yang lebih banyak terlihat adalah rentetan penaklukan demi penaklukan untuk merengkuh kekuasaan dan meninggikan peradaban yang ditafsirkan sendiri. Tiran – tiran kejam nan haus darah sebut saja Alexander The Great, Nero, Caligula, Leopold II, Genghis Khan, Hitler, Pol Pot dan seterusnya akan selalu ada sampai matahari padam.

Algojo tukang cambuk dipelihara oleh penguasa dan orang - orang kuat, lalu siapa pula yang akan menyambuk mereka sendiri? Bajingan pula berhasil melarikan diri dan penyamun memakai topeng yang mulia. Jelata yang tertindas jangan sangka semua baik – baik belaka, ada juga yang suka membakar perampok sampai hangus.

Maka, jika keadilan di bumi tidak bisa ditegakkan maka keadilan Tuhan akan berbicara pada masanya. Untuk itu surga dihias dan tungku neraka dinyalakan. Maka sebenarnya kita tidak bisa terlalu banyak bicara untuk mendiktekan kebenaran, sampai lupa bagaimana memperbaiki diri sendiri.

****

Banyak konflik di dunia ini disebabkan kelekatan penuh pada identitas asali, lalu membuat penegasan sebagai entitas yang memiliki kebenaran tertinggi. Tidak ada yang bisa dihukum semata – mata karena ia terlahir sebagai Gypsi, Negro, Aborigin, Arab, Melayu atau Tionghoa. Bahkan untuk memilih agama, kita umumnya menumpang pada warisan genetika, bukan pada kegelisahan dan pengembaraan spritualitas pencarian Tuhan. Bukankah tak ada yang bisa memilih untuk terlahir dari rahim seorang ibu penyembah api?

Kita sudah lama terperangkap dalam pola pikir yang tidak sederhana. Setiap perbedaan diterjemahkan secara rumit. Kesalahan berpikir ini telah mengantarkan manusia pada sengketa agama dan klan, pembersihan etnis sampai dengan genosida. Ratusan juta orang terkapar sepanjang sejarah, akibat kesalahan berpikir semacam ini.

Agama – agama tidak akan pernah bisa disatukan karena platform dan doktrin yang mengiringinya tidak dibuat untuk saling mengisi tapi justru untuk saling menihilkan. Demikian juga dengan norma, ideologi dan sistem nilai parsial. Yang dapat menyatukan semuanya adalah nilai – nilai universal. Yaitu bahan baku kebaikan yang dapat diterima oleh nurani manusia dan dapat dibenarkan oleh ajaran agama manapun.

Ada suatu keyakinan bahwa sekumpulan nilai universal dirumuskan untuk komunitas global. Manusia bukan apa-apa, baik dari perilaku maupun moralnya jika dia menutup diri atau terisolasi. Nilai ini berada dalam hubungan antara manusia satu dengan manusia lain. Nilai ini berlaku dalam komunikasi dan komunikasi tidak mungkin terjadi jika banyak nilai yang secara umum berbeda membelit masing-masing individu.

Tanpa bercermin pada nilai – nilai universal maka keturunan Adam di planet biru ini sukar untuk didamaikan. Sebagian manusia sejak lama diwarisi oleh histeria kolosal zaman perunggu, yang berbicara berdasarkan warna kulit dan menyapa perbedaan dengan senjata.

Kebanyakan masalah di dunia ini dapat dikatakan merupakan hasil dari perbedaan interpretasi tentang perdamaian, kasih sayang, dan keadilan. Interpretasi orang lain selalu dianggap salah. Sedangkan doktrin – doktrin kolosal yang diterjemahkan secara sempit telah gagal membuat manusia menjadi beradab.

Alternatif untuk perdamaian adalah terciptanya tatanan global yang memakai nilai universal sebagai pedoman. Tatanan semacam ini akan melahirkan masyarakat kosmopolis yang beradab, rukun, damai dan tentu saja dekat kepada Tuhan sebagai sumber kebaikan. Masyarakat kosmo sangat mengasihani para penghasut primitif yang seluruh sisa hidupnya dihabiskan untuk menggagalkan proses ke arah perdamaian itu. Tak terpisah darinya adalah kalangan yang menjadi budak hasutan dan tentu saja yang masih menyimpan warisan purbawi, homo homini lupus.

Menurut Reza A.A Wattimena, manusia kosmopolis adalah manusia yang melihat dirinya sendiri sebagai warga negara dunia. Ia tidak melekat pada identitas sosial tertentu, melainkan melihat dirinya sebagai salah satu mahluk hidup di alam semesta ini.

Ia hidup dengan nilai-nilai universal yang menghormati tidak hanya manusia lain, tetapi juga semua mahluk hidup. Bisa juga dibilang, bahwa manusia kosmopolis adalah mahluk semesta.

Sejatinya, kita semua adalah mahluk semesta. Sedari lahir, kita tidak melihat diri kita sebagai manusia, melainkan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari alam semesta, dan segala isinya.

Di dalam perjalanan hidup, kesadaran semesta ini lenyap, dan digantikan dengan kesadaran sempit sebagai bagian dari kelompok sosial tertentu. Kesadaran sempit inilah yang nanti bisa berbuah menjadi tindak diskriminatif dan penindasan pada kelompok lain.

Kemarin saya pintar, jadi saya ingin mengubah dunia. Hari ini saya bijaksana, jadi saya mengubah diri saya sendiri. (Jalaluddin Rumi – Mistikus, Penyair Sufi).

Maka damailah di bumi, buatlah malaikat – malaikat itu malu dan menarik kata – kata mereka. Di mana susahnya? ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun