Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Penjara Suara Kakaktua

3 Mei 2016   13:06 Diperbarui: 4 Maret 2019   14:40 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilustrasi Kakaktua sumber: www.liputan6.com

Jamak dari kita mengambil alih pekerjaan burung Kakaktua untuk meniru suara manusia. Karena menganalisis, mencari tahu dalam sebangun dialektika dengan tangga pertama tesis, antitesis lalu sintesis itu melelahkan. Lebih aman ambil, tiru, modifikasi atau langsung seperti Kakaktua, tiru habis. Kena atau tidak pada substansi itu soal nanti, bukan urusan burung.

Burung Kakaktua tidak perlu pemahaman kosa kata apalagi esensi. Mereka hanya mengandalkan syrinx,sebuah rongga ajaib dengan dinding fleksibel seperti membran drum, berada di antara paru-paru dan pipa angin. Kemudian dengan susah payah potongan – potongan kata yang didiktekan kepada mereka berulang - ulang, dikicaukan kembali hingga mirip suara manusia.

Kakaktua tidak dipeluk seperti kucing Persia. Mereka terjebak dalam sangkar atau dirantai, dan suara – suara itu mewujudkan metafora sedih untuk penjara jiwa raga. Hanya Kakaktua terpenjara yang meniru suara manusia, yang bebas lepas di hutan, menyenandungkan irama alam. Irama mereka sendiri.

****

Paradoks. Semesta reformasi menyediakan ruang yang lega kepada siapa saja untuk bersuara. Sayangnya yang terdengar hanyalah debat publik tidak bermutu, dangkal dan parsial. Suara – suara yang ditiupkan dari corong konspirasi bernafas propaganda disuarakan kembali secara seragam oleh para Kakaktua tanpa proses dialektik.

Demokrasi laksana jubah kebesaran yang dari jauh terlihat memesona, padahal jubah itu sedang membungkus tubuh kerdil lagi keropos yang ditopang oleh tongkat kenaifan.

Kita telah bebas bersuara, sayangnya kita terpenjara seperti Kakaktua. Kita meniru suara – suara orang, dari media sosial, televisi, radio, koran dan kedai kopi. Terlalu sulit bagi kita untuk menemukan apalagi melontarkan suara – suara sendiri yang orisinil. Sebagaimana kita juga terlalu sulit untuk tidak terperanjat kepada hal – hal baru, yang seksi, yang luar biasa, yang sensasional, yang fenomenal.

Orang – orang partai meniru suara pemimpin puncaknya. Jika hari ini kiblat politiknya menghadap ke timur, maka wajah para aktivis dan simpatisan militan partai itu akan berpaling ke timur. Jika lusa ke tenggara, maka tiada ampun, ke tenggaralah mereka. 

Jika ketua partai menggendong satu figur tertentu dalam sebuah kontestasi politik, maka seluruh kader hingga ke tingkat paling kampung akan menguatkan opini – opini untuk membuat pembelaan – pembelaan. Jika kenyataannya kemudian mereka sedang membela rampok, bandit kerah putih atau hanya orang – orangan sawah yang dikendalikan tauke, itu bukan urusan burung Kakaktua.

Seorang pecinta mati atas seorang tokoh atau pemimpin, akan membuat permusuhan kepada pengkritik. Sebaik atau setulus apapun sumbang saran yang ingin disampaikan kepada kubu mereka, akan dituduh sebagai basa basi untuk memulai mencari gara – gara. Demikian pula jika sudah membenci, maka seluruh energi akan dikerahkan untuk meningkatkan derajat kebencian itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun