"Itu fitnah, fitnah kubro. Maemunah sudah bersuami," kata Rio ketika dipersoalkan panitia yang lain.
"Tetapi kata orang suaminya mandul dan Maemunah tak mencintainya lagi," lanjut teman yang lain memojokkan posisi Rio.
Yang lain bergeremeng dan saling pandang menunjukkan ketidakpercayaan terhadap Rio.
"Ah, sudahlah, kalau tidak percaya, tanyakan sendiri ke Maemunah. Malas saya melayani gosip murahan seperti ini."
Lalu, apa yang salah dengan pengakuan pernah mencintai perempuan, sebelum mencintai istrinya sekarang. Rio juga tak pernah yakin, jika istrinya benar-benar percaya kepadanya setiap kali mengatakan, "tak pernah jatuh cinta."
Seperti juga Rio, lebih suka mendengar istrinya mengatakan, "engkaulah cinta pertama dan terakhirku," ketimbang mendengarkan kisah cinta istrinya di masa lalu.
Apalagi mendengarkan tentang bibir mungil istrinya pernah dicium laki-laki lain, seperti gaya pacaran Sholeh. Sungguh, Rio lebih merasa nyaman untuk dibohongi, ketimbang harus menerima kejujurannya.
Kebohongan itu terasa lebih menyelamatkan dirinya sebagai laki-laki. Sang pemilik perempuan, pasangannya, tanpa pernah tersentuh orang lain.
Bagi Rio, martabatnya sebagai laki-laki lebih terinjak ketika mendengar istrinya pernah berpacaran dengan orang lain, ketimbang ketika dirinya terjungkal, terseok-seok dibuat KO dalam pertandingan bulu tangkis di depan masjid kampungnya.
Ah, memang aneh arogansi laki-laki. Sama sekali sulit dimengerti, apalagi dipahami.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H