Mohon tunggu...
Mukhotib MD
Mukhotib MD Mohon Tunggu... Penulis - consultant, writer, citizen journalist

Mendirikan Kantor Berita Swaranusa (2008) dan menerbitkan Tabloid PAUD (2015). Menulis Novel "Kliwon, Perjalanan Seorang Saya", "Air Mata Terakhir", dan "Prahara Cinta di Pesantren."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebahagiaan: dari Stoikisme dan Kahlil Gibran

23 Juli 2022   22:35 Diperbarui: 23 Juli 2022   22:38 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam proses mencapai cinta kasih dan kebijaksanaan itu, menurut Stoikisme, manusia harus mampu melihat dirinya sendiri dengan baik, mengenali dirinya dengan sepenuhnya. 

Manusia harus bisa memetakan apa yang ada dalam kendalinya dan apa saja yang berada di luar kendali dirinya. Kebaikan utama dalam hidup manusia biasannya berada pada ruang yang ada dalam kendalinya dan dalam tindakannya.

Pencapaian kebijakan akan bisa diraih manakala manusia bisa hidup bersama alam, bisa berdampingan dengan dua semesta; semseta kecil dalam dirinya sendiri, 

misalnya, kebijakan, kebaikan dan keadilan bersama yang ada dalam kuasanya dan semesta besar, misalnya, menerima alam semseta tepat manusia hidup sebagai bagian dari keseluruhan hidup, alam universal, berada di luar kontrol manusia dan tidak bisa mengubahnya.

Kebajikan dan kebaikan dengan begiitu menggemberikan dan karena itu manusia bisa merasa bahagia dalam hidupnya. 

Dalam bahasa yang sedikit berbeda, Ibnu Qadhib Alban dalam karyanya 'Rehasia Kebahagiaan' menunjukkan jalan lain untuk bisa menemukan kebahagiaan. Lihatlah musibah atau ujian yang lebih besar yang dialami orang lain, dan saat itulah bahagia bisa dirasakan dengan rasa syukur kepada Tuhan, berterima kasih kepada sang Pencipta.

Selain itu, dengan melihat musibah yang dialami sendiri sangatlah kecil, manakala dibandingkan dengan dengan anugerah karunia dan nikmat Allah kepada dirinya. 

Sehingga seorang manusia akan melakukan adaptasi terhadap musibah yang dianggap kecil, musibah itu hal yang biasa. Ketika melihat rahmat Allah ia akan memperbagus amal kebaikannya dan malu berbuat dosa kepada-Nya.

Musibah itu ada dalam kendali manusia, atau bahkan manusia itu sendiri yang menyebabkan musibah. Efek rumah kaca merupakan salah satu contoh teraktual, bagaimana perbuatan manusia terhadap alam yang sembrono, hanya mengejar akumulasi kapital, dengan mengorbankan dan merusak kawasan tutupan hutan. 

Meluaskan kawasan perkebunan dengan membuka hutan perawan hijau, menyebabkan ketidaseimbangan semesta, dan mengakibatkan perubahan yang tak terkendali. Curah hujan yang terus menerus atau kekeringan yang berkepanjangan, dan membuat panen tidak bisa lagi diharapkan.

Sebab itulah, amal kebaikan, kesalehan itu, yang sering kali disebut juga dengan kebajikan (virtue) yang mencakup berbagai tindakan baik kepada sesama dan semesta raya jauh lebih tyinggi ketimbang kebahagiaan itu sendiri. Berbahagialah seseorang ketika telah mampu berbuat baik kepada sesamanya, menjadikan orang lain merasa senang dalam menjalani kehidupannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun