Membaca buku menjadi salah satu aspek penting dalam mendorong literasi masyarakat Indonesia. Hal itu juga dapat membantu mereka untuk meraih pengetahuan yang akan berguna dalam kehidupan sehari-hari.Â
Meskipun demikian, kita melihat fenomena di mana toko buku banyak tutup sementara minat baca semakin tinggi.Â
Satu kasus terakhir adalah Toko buku Gunung Agung, salah satu toko buku legendaris dan bersejarah di Indonesia, yang mengumumkan akan menutup seluruh gerainya pada akhir tahun ini, setelah beroperasi selama hampir 70 tahun.
Terdapat beberapa alasan mengapa toko buku mengalami penurunan pembeli sementara minat baca terus meningkat. Pertama, munculnya pengecer online seperti Amazon telah mengubah pola belanja buku.Â
Pengecer online menawarkan pilihan buku yang lebih banyak dengan harga lebih rendah dibandingkan toko buku tradisional. Kemudahan ini memungkinkan orang untuk menemukan buku yang mereka inginkan tanpa harus meninggalkan rumah.
Selain itu, perubahan dalam cara orang membaca juga memainkan peranan. Di masa lalu, toko buku menjadi tempat orang menjelajah dan menemukan buku baru untuk dibaca.Â
Namun, sekarang ini, banyak orang lebih memilih membaca melalui e-reader atau tablet. Alasan di balik ini adalah kepraktisan dan fleksibilitas yang ditawarkan oleh perangkat elektronik tersebut.
Menariknya, meskipun beberapa toko buku mengalami penutupan, minat baca masyarakat Indonesia terus meningkat.Â
Menurut data dari Perpustakaan Nasional (Perpusnas), tingkat kegemaran membaca (TGM) masyarakat Indonesia mencapai 63,9 poin pada tahun 2022, meningkat 7,4% dibandingkan tahun sebelumnya.Â
Ini menunjukkan adanya kesadaran akan pentingnya membaca dan peningkatan minat baca di kalangan masyarakat.
Hasil survei Perpusnas juga menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia rata-rata menghabiskan waktu 1 jam 37,8 menit per hari untuk membaca. Mereka membaca sebanyak lima kali per minggu, dengan membaca lima bahan bacaan setiap tiga bulan.Â
Meskipun begitu, perlu dicatat bahwa terdapat variasi dalam TGM antara wilayah di Indonesia. Yogyakarta memiliki TGM tertinggi, sedangkan Papua Barat memiliki TGM terendah.
Untuk mendorong minat baca dan tetap relevan di era digital, toko buku fisik dapat mengambil langkah-langkah tertentu, seperti:
Menawarkan pengalaman belanja yang unik. Toko buku dapat membedakan diri mereka dari pengecer online dengan menawarkan pengalaman belanja yang unik.Â
Ini bisa mencakup mengadakan acara dengan penulis, menyelenggarakan klub buku, atau memberikan rekomendasi yang dipersonalisasi.
Berfokus pada pelayanan pelanggan. Toko buku juga dapat bersaing dengan pengecer online dengan fokus pada pelayanan pelanggan. Ini berarti bersikap ramah dan berpengetahuan, serta berusaha lebih untuk membantu pelanggan menemukan buku yang mereka inginkan.
Terlibat dengan komunitas. Toko buku juga dapat membangun basis penggemar yang kuat dengan terlibat dalam komunitas.Â
Ini dapat melibatkan mensponsori acara lokal, mendonasikan ke badan amal setempat, atau sekadar menjadi tempat yang ramah untuk orang-orang berkumpul.
Melalui upaya ini, toko buku dapat terus berkembang dan menyediakan nilai tambah yang tidak dapat ditemukan dalam pengalaman belanja online.Â
Masyarakat Indonesia perlu terus didorong untuk membaca, baik melalui akses ke toko buku fisik maupun melalui platform online.Â
Dengan memadukan kehadiran fisik dan keunggulan digital, kita dapat memenuhi kebutuhan minat baca yang semakin tinggi sambil tetap memperkuat budaya literasi di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H