Mohon tunggu...
M Lendri Julian
M Lendri Julian Mohon Tunggu... Penulis - Sedang ber-fiksi. Hubungi aku via do'a

Seorang lelaki dari Purwakarta. Datang untuk menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kencan

16 September 2019   21:25 Diperbarui: 16 September 2019   22:25 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiba-tiba Bunga mendapat pesan WA dari seseorang yang tidak dikenalinya. 

"Selamat siang Bunga, apakah malam ini ada acara?" Bunyi pesan itu. 

"Selamat siang. Tidak ada. Ini siapa?" Balas Bunga. 

"Pertanyaan itu akan dijawab nanti malam, jika anda bersedia menemui saya malam ini"

"Alah! Anda pasti orang yang gak punya kerjaan kan?"

"Pertanyaan itu juga akan saya jawab nanti malam."

Bunga enggan membalas pesan itu. Setelah dibaca, Bunga langsung menghapus riwayat obrolan dari seseorang yang tidak dikenalinya itu. Namun pesan itu kembali muncul tak lama kemudian. 

"Bagaimana Bunga, bersediakah anda menemui saya nanti malam?"

"Maaf! Saya ada urusan nanti malam."

"Baiklah. Saya akan menunda kencan ini."

"Kencan?"

"Oh iya maaf, Bunga. Saya lupa memberitahukan. Saya berniat untuk kencan dengan anda nanti malam. Tapi jika anda sibuk, mungkin bisa di lain waktu."

Bunga kembali tidak membalas pesan itu. Hatinya bertanya-tanya. Tak karuan. Bagaimana mungkin tiba-tiba seseorang yang tidak dikenalinya, mengajaknya kencan? Namun hal yang tidak masuk akal itulah yang membuatnya penasaran. Apakah ini hanya teman yang iseng? Atau mungkin  malah sebuah keajaiban dari Tuhan? Di sela-sela kegundahan itu, seorang teman menghampiri Bunga. 

"Kenapa parasmu terlihat gundah?" Tanya temannya. 

"Itu artinya aku masih hidup!" Bunga menjawab. 

"Aku tahu kau masih hidup, bodoh. Tapi kenapa hidup ini membuat parasmu gundah?"

"Yah, inilah kehidupan!"

Tak lama kemudian Bunga menceritakan semuanya. Temannya terlihat paham akan masalah yang dihadapi Bunga. 

"Alah! Itu hanya orang iseng!" Tanggap teman Bunga. 

"Justru karena itu, aku jadi penasaran." Sahut Bunga. 

"Hah penasaran? Apa kau jatuh cinta pada orang itu?"

"Tentu tidak, bodoh. Mana mungkin aku jatuh cinta pada orang yang belum aku kenal?"

"Lalu kenapa kau penasaran? Sudah jelas itu hanya orang iseng."

"Tapi... "

"Oke oke. Kalau kau masih keukeuh, akan kutemani kau malam ini. Kita jumpai orang aneh itu!"

"Terima kasih." 

Pada siang itu Bunga mengirimi pesan kepada orang yang tidak dikenalinya itu, ditemani temannya. 

"Baik. Nanti malam kita kencan." Pesan Bunga. 

Ketika hari menjelang malam, Bunga bersiap-siap, berdandan, menyemprotkan parfume ke sekujur bajunya. Parasnya dibuat segar. Bunga segera mengirimi pesan kepada temannya yang sudah berjanji untuk menemaninya. Hatinya sudah tak sabar untuk bertemu dengan orang yang tidak dikenalinya itu. 

"Bagaimana, sudah siap?" Tanya Bunga dalam pesan untuk temannya. 

"Aku tidak punya uang untuk membeli bensin. Kau bawa motormu, atau kau kasih aku uang untuk membensini motorku?" Balas temannya. 

"Baiklah. Aku akan bawa motor. Kau tunggu di rumah. Nanti kujemput."

"Baiklah."

Bunga pun meninggalkan rumahnya, bergegas menuju ke rumah temannya. Tak lama kemudian Bunga tiba di rumah temannya itu. 

"Keluarlah. Aku di depan rumahmu." Pesan Bunga untuk temannya. 

"On the way." Balas temannya. 

"Cepatlah!"

"Sabar bodoh, berjalan pun membutuhkan waktu!"

Teman Bunga pun telah keluar dari pintu depan rumahnya. Dia melihat Bunga dan motornya menunggu di luar gerbang. Bunga segera memutar-balikkan motornya itu. Kemudian teman Bunga duduk di jok belakang, dan siap untuk menemani Bunga berkencan. 

Dinginnya malam menusuk mereka ketika dalam perjalanan. Bunga merasakan tangannya yang sedang asik meng-gas motor, menggigil. Temannya memelukkan diri pada Bunga, supaya dingin enyah dari tubuhnya. Mereka berdua pun sudah seperti sepasang kekasih. 

"Bodoh! Kenapa kau tidak pakai jaket?" Tanya Bunga pada temannya ketika berkendara. 

"Kau juga kenapa tidak memakai jaket?" Tanya balik temannya. 

"Aku lupa!"

"Begitupun denganku!"

Terpaksa mereka harus melawan dingin. Demi melihat seseorang yang tidak dikenalinya, Bunga mengencangkan laju motornya. Temannya menggigil-gigilkan tubuhnya. Namun Bunga menghiraukannya, dan fokus mengendarai motor. Hingga akhirnya mereka tiba pada sebuah tempat yang sudah dijanjikan oleh orang yang tak dikenal itu. 

Tempat itu terlihat seperti cafe kelas atas. Tempat duduknya pun menggunakan sofa. Terlihat para pengunjungnya berpakaian rapi seperti para pejabat. Namun Bunga memberanikan diri masuk ke dalam cafe tersebut. Temannya pun mengikutinya. 

"Segeralah kau kirimi orang aneh itu pesan." Perintah temannya. 

"Yah, akan kulakukan." Sahut Bunga. 

"Sudah?"

"Sabar, bodoh."

Bunga pun mengirimi orang yang tak dikenalinya itu sebuah pesan, memberitahukan bahwa dia sudah tiba di tempat yang sudah dijanjikan. Seketika Bunga mendapatkan balasan dari orang itu. "Tunggu aku di kursi no. 8." Pesan si orang yang tak dikenal. 

Segera Bunga mengajak temannya menuju ke kursi no. 8. Mereka pun menunggu si orang yang tak dikenal itu muncul. 

"Si aneh itu lama sekali munculnya." Celoteh temannya. 

"Inilah kencan." Sahut Bunga. 

"Coba kau kirimi dia pesan lagi."

"Baiklah. Baiklah."

"Kau dimana? Aku sudah di kursi no. 8." Pesan Bunga kepada si orang yang tak dikenal. 

"Bagaimana? Dia membalas?" Tanya temanya. 

"Sabarlah!" Pinta Bunga

"Aku ingin ke toilet. Antar aku." Pinta temannya tiba-tiba. 

"Biar kutanya. Apakah kau pernah melihat orang seumuran-mu diantar ke toilet?"

"Ah kau kan tahu, aku tidak bawa uang. Toilet kecil di terminal saja harus bayar. Apalagi toilet di cafe sebesar ini? Kalau kau mengantarku, setidaknya kau bisa membayarkanku uang toilet. Hitung-hitung uang ongkos, karena aku sudah menemanimu kencan dengan orang aneh itu."

"Baik. Baik. Aku tidak mau mengantarmu ke toilet. Tapi aku akan kasih kau uang untuk bayar toilet. Bagaimana?"

"Baiklah. Deal."

Teman Bunga pun beranjak dari kursi no. 8, dan segera melangkahkan kakinya menuju toilet. Dia melirik-lirikkan matanya, mencari-cari sebuah ruangan yang bertuliskan 'toilet'. Namun tak kunjung dia temukan. Yang dia temukan hanya seorang pelayan yang baru saja beres melayani pelanggan. 

"Permisi, kalau toilet sebelah mana ya?" Tanyanya mencegat si pelayan. 

"Lurus saja. Nanti juga ketemu." Jawab si pelayan. 

"Lurus? Baiklah. Terima kasih."

"Kembali."

Teman Bunga pun berjalan lurus, berharap toilet diketemukan. Akhirnya tak lama kemudian, dia pun dipertemukan dengan toilet. 

Ketika Teman Bunga memasuki toilet, dia melihat seseorang yang sedang bercermin, memakai jas, kemeja halus beserta dasinya, celana yang terlihat licin, serta sepatu pantofel yang mengkilat. Sayangnya teman Bunga tidak melihat kotak uang yang disediakan oleh toilet, seperti toilet-toilet di terminal, padahal dia sudah menyiapkan uang dari Bunga di tangannya, siap untuk dimasukkannya ke dalam kotak uang. Terpaksa dia memasukkan kembali uang itu ke saku celananya, dan ber-segera memasuki salah satu kamar dari toilet itu. 

Tak lama teman Bunga keluar dari kamar toilet. Terlihat olehnya orang yang berpakaian serba rapi itu belum keluar dari toilet. Orang itu berdiri, menyejajarkan tubuhnya dengan teman Bunga. Matanya menatapi teman Bunga dengan sangat tajam. Teman Bunga menjadi kaku. Ketakutan menyelimutinya. Tiba-tiba orang berpakaian rapi itu berusaha mengambil sesuatu dari saku bagian dalam jas-nya. Ketakutan teman Bunga semakin menjadi-jadi setelah melihat orang berpakaian rapi itu mengeluarkan sebuah pistol. 

***

Tiba-tiba Bunga yang sedang menunggu orang yang tak dikenalinya itu, mendengar sebuah tembakan. Para pengunjung cafe pun mendengarnya, menjerit, berlarian ke sana- ke mari. Para pelayan pun sama. Para satpam memasuki cafe, sibuk memecahkan masalah. Bunga sangat gelisah, karena dia telah mendapati kabar bahwa suara tembakan itu berasal dari toilet. 

Bunga segera berlarian menuju toilet, mencari tahu kabar temannya itu. Namun satpam menghalangi jalan Bunga. "Keadaan sangat berbahaya." Begitu kata satpam kepada Bunga. 

"Apa yang terjadi?" Tanya Bunga penasaran. 

"Seseorang telah tertembak dan nyawanya tidak tertolongkan."

"Teman saya ada di dalam! Izinkan saya masuk."

"Apakah kau bisa dipercaya? Baiklah. Jika kau melakukan hal yang tidak-tidak, kami tak akan segan-segan padamu. Cepatlah masuk!"

Bunga menjadi sangat gelisah. Dia belum tahu apa yang terjadi pada temannya. Dengan ditemani satpam, dia pun segera masuk ke dalam toilet, dan mendapati bahwa temannya adalah korban dari penembakan itu. Bunga menjerit-jerit, menangis tersendu-sendu.

"Bagaimana dengan pelakunya?" Tanya Bunga pada satpam yang menemaninya. 

"Pelakunya tidak diketahui. Dia sudah melarikan diri." Jawab satpam. 

Pada kencan di malam itu, Bunga hanya berharap dia sedang bermimpi. Dia tidak percaya kepada kejadian yang sedang menimpanya itu. Temannya yang sedang menemaninya kencan, kini telah tiada. "Sial! Maafkan aku. Aku tidak menemanimu ketika kau memintaku menemanimu. Sedangkan kau, kau sudah rela menemaniku untuk berkencan pada malam ini. Maafkan aku. Maafkan aku." Kata Bunga dengan penuh penyesalan.

Cerita ini untuk mengenang Ricko Firmansyah.

Purwakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun