"Pa Ustadz, Aku bangga pada anak-anakku." Mardi memulai percakapan dengan Imam Mushola ketika perjalanan pulang.
"Iya Pak. Setiap orang tua pasti bangga pada anak-anaknya." Sahut Imam Mushola.
"Gini Tadz, Si Dudi ingin menjadi arsitek. Kemudian adiknya, Dodi, ingin menjadi pembisnis. Dan anakku yang ketiga, Dedi, ingin menjadi artis! Mereka mempunyai mimpi yang besar. Tidak seperti anak-anak lainnya."
"Wah, hebat Pak."
"Do'akan saja yah Tadz."
"Aamiin. Saya do'akan semoga anak-anak Bapak sukses semuanya."
"Aamiin."
Mardi dan Imam Mushola sudah sampai di rumahnya masing-masing. Seperti biasa, Mardi dan keluarganya berkumpul di meja makan, bersiap-siap untuk menyantap hidangan makan malam. "Bentar yah, Papah mau ke kamar mandi. Mau pipis." Izin Mardi kepada istri dan anak-anaknya ketika makan malam tengah berlangsung.Â
Dengan tergesa-gesa Mardi menuju kamar mandi. Sesampainya di kamar mandi, Mardi merasakan kelegaan karena telah mengeluarkan air kencingnya. Sesudahnya dia bergegas lagi menuju meja makan. Sebelum sampainya di meja makan, Dug! Mardi tergelincir, lupa akan lantai kamar mandi yang licin. Dia kesakitan dan akhirnya pingsan. Segera istri dan anak-anaknya membawa Mardi menuju rumah sakit.Â
Dokter dirumah sakit itu memutuskan bahwa Mardi harus dirawat. Mardi pun menjadi penghuni rumah sakit. Beberapa hari Mardi masih dirawat. Sehari, dua hari, tiga hari, Mardi masih dirawat. Hanya istri dan anak-anaknya-lah yang setia menunggunya dirumah sakit. Hingga pada hari keempat, Mardi menghembuskan nafas terakhirnya.Â
Kontroversi pun terjadi dikalangan masyarakat. Masyarakat yang pro untuk menguburkannya, dan masyarakat yang kontra untuk menguburkannya.Â