Mohon tunggu...
M Lendri Julian
M Lendri Julian Mohon Tunggu... Penulis - Sedang ber-fiksi. Hubungi aku via do'a

Seorang lelaki dari Purwakarta. Datang untuk menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Warisan Mardi

29 Juli 2019   17:32 Diperbarui: 29 Juli 2019   17:39 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Hmmm... Kamu pasti ingin seperti Jack Ma, yah? Punya perusahaan besar Alibaba?"

"Yah, mungkin, Pah. Nanti perusahaanku Aku namai "Sangkuriang". Haha."

Kebanggaan Mardi bertambah besar ketika mendengar cita-cita dari anak keduanya. "Sekarang giliran Kamu, Ded. Mau jadi apa Kamu nanti?" Tanya Mardi kepada anak ketiganya yang masih duduk dibangku SMP, Dedi, ketika makan malam masih berlangsung. 

"Aku ingin menjadi artis yang hebat, Pah." Jawab Dedi.

"Artis? Kayak Bruce Lee? "

"Iyah Pah. Dia artis yang keren. Bisa berantem. Nanti namaku Aku ganti menjadi "Dedi Lee". Haha."

Kebanggaan demi kebanggaan hinggap pada jiwa Mardi. Ketiga anaknya memiliki cita-cita yang besar! Sambil menyantap makan malamnya, Mardi merasakan kebanggaan yang luar biasa. 

"Papah bangga pada kalian semua. Dudi, Kamu harus jadi arsitek hebat. Dodi, Kamu harus jadi Pembisnis yang kaya raya. Dan Kamu Dedi, Kamu harus jadi artis yang besar! Kalian harus gapai cita-cita kalian. Bayangkan, jika kalian sudah berhasil menggapai cita-cita kalian itu, tetangga-tetangga kita akan merasa iri yang sangat besar kepada kita. Kita akan menjadi keluarga yang terpandang!" Kata Mardi dengan semangat yang membara ketika makan malam hampir selesai. 

Makan malam itu telah usai. Mardi dan keluarganya meninggalkan meja makan. Mardi dan istrinya menuju kamar untuk menikmati indahnya tidur. Anak-anaknya pun menuju kamar masing-masing, entah belajar atau mungkin tertidur seperti orang tuanya. 

Keesokan harinya, ketika adzan Magrib berkumandang. Mardi meninggalkan rumah mewahnya dan pergi menuju Mushola kecil untuk sembahyang. Barisan paling depan, di belakang Imam, adalah tempat dimana Mardi melakukan sembahyang. Para jemaah Mushola itu selalu mempersilakan Mardi menempatinya. 

Sembahyang berjamaah itu tak lama kemudian telah usai beserta dzikir-dzikirnya. Mardi dan para jamaah bergegas meninggalkan Mushola. Kebetulan Imam Mushola itu dan Mardi mempunyai satu arah yang sama menuju rumahnya masing-masing. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun