Aku tiba-tiba teringat dengan ucapan orang bahwa kehidupan ibarat roda, "Wah, aku akan benar-benar memutar roda kehidupan, nih," bisikku dalam hati.
Aku mengayuh sepadaku dengan perlahan sambil berbincang-bincang dengan Himil. Tak terasa Simpang Lima telah kami lewati. Dan kini kami mendekati jalur rel kereta api. Palang pintu pun menutup karena kereta api hendak lewat.
Himil sedikit marah gara-gara ini. Ia berkata pelan, "Dancuk! mbarang wis edek gari sepure liwat."
"Trobos bae, Him. men dewek aja telat," aku ikut menambahi.
"Ya ayuh trobos bae lah," jawab Himil.
Himil yang suka bertingkah aneh tiba-tiba menjerit kepada Pak Palang Pintu, "Heeeey!"
Ternyata Pak Palang Pintu menyahut, "Ana apa, Cuk!"
Sejurus kemudian Himil menyahut, "Hey tayo hey tayo."
Aku jadi senyum-senyum sendiri melihat tingkah mengejutkan Himil ini. Sebab Himil tiba-tiba mengalihkan pandangan pada bus kecil di sampingnya.
Pak palang pintu pun merasa malu. Dalam hati berkata, "A*ji*g g*b*ok! Awas kapanane bocah kae liwat maning tek palang nang enyong. Tak sengi ngopi karo ngudud bareng nggawen, Ben nko wengi-wengian bisa go batir jaga palang!"
Akhirnya, tak lama berselang, kereta api pun melintas dan terdengar suara tuuuuuuuuuuut pruputprut.