Mohon tunggu...
Khasbi
Khasbi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Cerita Kehidupan

Mahasiswa IAINU Kebumen. Suka membaca, menulis dan diskusi. Penyuka wacana kritis yang progresif-revolusioner. Aktif di organisasi PMII dan juga salah satu penggagas Institut Literasi Indonesia (ILI).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sapuan Angin Selatan

24 Juli 2019   03:15 Diperbarui: 24 Juli 2019   19:57 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejurus kemudian, pengajian pun selesai. Aku dan beberapa santri memutuskan untuk beranjak pulang ke langgar.

Dalam perjalanan pulang aku dan temanku bercakap tentang hal yang tadi di alami olehku. Jujur, aku sangat penasaran!

Sesampainya di langgar, para santri ada yang langsung tertidur karena sudah ngantuk berat, ada yang mabar (main bareng Game Free Fire), dan ada yang cuma bermain handphone saja.

Tapi aku memilih untuk berdiskusi dengan Gus Lombo. Aku masih sangat penasaran dengan kejadian yang baru saja aku alami. Sehingga berbincang-bincanglah aku dengan Gus Lombo yang ahli 'ngelemboni' itu. Eh, maksudnya ahli hal-hal mistik seperti itu. Gus Lombo menerangkan bahwa, ada kemungkinan Kyai Tarom hadir dalam acara rutinan di masjid itu.

"Sebab, seorang waliyullah atau kekasih Allah di perbolehkan untuk berlaku linuwih seperti itu," tambahnya.

Perbincangan demi perbincangan telah berlalu. Waktu ternyata memaksaku untuk mengentikan perbincangan mistik malam ini. Di dalam langgar terlihat jarum panjang menunjukan angka dua belas. Sementara jarum pendeknya, juga tepat di angka dua belas.

"Sudah jam 12 malam, ayuk tidur!" ajak Gus Lombo.

Tak disangka, santri dengan gelar 'generasi micin' ternyata masih pada melek. Mereka sedang bermain game. Mereka sedang menggerombol di pojokan langgar.

"Kami sedang mabar! Tidurnya nanti saja kalau adzan subuh berkumandang!"

Sejurus kemudian, aku berbisik pada empunya hati, "Ahh. Bodo amat! Itu urusan mereka. Aku tak perlu khawatir dengan masa depan mereka. Toh, mereka yang bakal mengalami sendiri."

Akhirnya, aku menuruti kemauan Tuhan untuk mengistirahatkan badan. Aku sangat lelah, sebab, dari pagi sampai sore hari, aku mencari-cari (lowongan) pekerjaan. Iya, padahal sebenarnya aku tahu bahwa pekerjaan bukan dicari, tapi diciptakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun