Mohon tunggu...
Muhamad Abdul Kemal
Muhamad Abdul Kemal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa fakultas hukum

Biasa biasa saja yang penting bersyukur

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mengatasi Maraknya Kasus KDRT: Upaya dan Tantangan Pemerintah Indonesia

6 Oktober 2024   20:17 Diperbarui: 6 Oktober 2024   20:51 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KDRT adalah suatu bentuk kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga, tempat di mana kita seharusnya merasa aman dan dicintai. Ini adalah perilaku di mana satu orang dalam hubungan menggunakan kekuasaan dan kontrol atas orang lain, menyebabkan rasa sakit dan ketakutan. Ini bisa terjadi antara pasangan, orang tua dan anak, atau bahkan antara saudara kandung.

Bayangkan Anda berada dalam hubungan di mana Anda selalu berhati-hati, tidak pernah tahu kapan pasangan Anda akan meledakkan emosi. Anda mungkin merasa terjebak, takut, dan sendirian. Itulah yang bisa dirasakan oleh korban KDRT.

KDRT bukan hanya tentang kekerasan fisik, seperti memukul atau mendorong. Ini juga bisa berupa kekerasan emosi, seperti penghinaan, pelecehan, atau ancaman. Ini bahkan bisa berupa kekerasan ekonomi, seperti mengontrol uang atau tidak membiarkan Anda bekerja.

Hal terburuknya adalah KDRT bisa membuat Anda merasa bahwa ini adalah kesalahan Anda, bahwa Anda tidak cukup baik, atau bahwa Anda layak diperlakukan dengan cara ini. Tapi itu tidak benar. Tidak ada orang yang layak diperlakukan dengan kekerasan dan tidak hormat.

I. Data KDRT

Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Andy, menyatakan bahwa sebanyak 34.682 perempuan menjadi korban tindak kekerasan sepanjang 2024. Hal ini disampaikan Andy dalam konferensi pers laporan sinergi data kekerasan terhadap perempuan yang melibatkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Komnas Perempuan, dan Forum Pengadaan Layanan (FPL).(12/8/2024)

Andy menjelaskan bahwa kekerasan yang dominan masih terjadi di ranah personal. Kekerasan tertinggi dialami oleh korban adalah kekerasan seksual dengan 15.621 kasus, diikuti oleh kekerasan psikis sebanyak 12.878 kasus, dan kekerasan fisik sebanyak 11.099 kasus. Jenis kekerasan lainnya tercatat sebanyak 6.897 kasus. Dikutip dari kompas.com 5 Oktober 2024 

II. Payung Hukum untuk Mengatasi KDRT

Undang-undang yang melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga

Di Indonesia, terdapat beberapa undang-undang yang bertujuan untuk melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dua undang-undang yang paling penting adalah:

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT)

UU PKDRT disahkan pada tahun 2004 untuk menghapuskan kekerasan dalam rumah tangga. Undang-undang tersebut mendefinisikan kekerasan dalam rumah tangga sebagai "setiap tindakan atau ancaman kekerasan yang dilakukan dalam sebuah keluarga yang kemungkinan besar menyebabkan korbannya menderita kesakitan atau penderitaan fisik, psikologis atau seksual".

UU PKDRT juga mengatur:

  • Pengertian kekerasan dalam rumah tangga dan bentuk-bentuknya
  • Hak-hak korban kekerasan dalam rumah tangga
  • Kewajiban Pelaku KDRT
  • Proses penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga
  • Sanksi pidana bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga
  • Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS)

UU TPKS disahkan pada tahun 2022 untuk memberikan perlindungan yang lebih komprehensif terhadap korban kekerasan seksual. Undang-undang tersebut mendefinisikan kekerasan seksual sebagai "setiap tindakan yang mengakibatkan penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memaksa seseorang melakukan tindakan seksual."

UU TPKS juga mengatur:

  • Memahami kekerasan seksual dan bentuk-bentuknya
  • Hak-hak korban kekerasan seksual
  • Kewajiban pelaku kekerasan seksual
  • Proses penanganan kasus kekerasan seksual
  • Sanksi pidana bagi pelaku kekerasan seksual

Kedua undang-undang ini sangat penting dalam melindungi korban KDRT dan memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku KDRT. Dengan adanya undang-undang ini, korban KDRT dapat memperoleh perlindungan dan keadilan yang lebih baik.

III. Upaya Pemerintah dalam Menanggulangi KDRT:

Rencana dan kebijakan pemerintah untuk mencegah kekerasan dalam rumah tangga, Pemerintah Indonesia telah menerapkan berbagai program dan kebijakan untuk mencegah dan mengurangi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Beberapa contoh program dan kebijakan tersebut adalah:

A. Kampanye kesadaran

Kampanye informasi publik mengenai bahaya kekerasan dalam rumah tangga dan pentingnya menghormati hak-hak perempuan dan anak. Kampanye ini dilakukan di berbagai media termasuk televisi, radio, dan media sosial.

B. Layanan pengaduan

Pemerintah menyediakan layanan pengaduan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga, seperti hotline dan pusat pengaduan online. Layanan ini memungkinkan korban kekerasan dalam rumah tangga untuk melaporkan kekerasan yang dialaminya dan menerima bantuan yang diperlukan.

C. Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak

Pemerintah telah membuka pusat perlindungan perempuan dan anak di berbagai tempat untuk memberikan tempat yang aman dan rahasia bagi korban kekerasan dalam rumah tangga. Pusat ini juga memberikan bantuan psikologis, hukum dan sosial kepada korban kekerasan dalam rumah tangga.

D. Program Pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Pemerintah telah menerapkan program pencegahan KDRT, seperti program pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat tentang pentingnya menghormati hak-hak perempuan dan anak. Program ini juga menyediakan bantuan bagi pelaku KDRT untuk mengubah perilakunya dan menjadi lebih baik.

E. kebijakan perlindungan anak

Pemerintah menerapkan kebijakan perlindungan anak seperti Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi anak dari kekerasan dan eksploitasi.

F. kebijakan kesetaraan gender

Pemerintah menerapkan kebijakan kesetaraan gender seperti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Kebijakan ini bertujuan untuk menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan dan anak serta mendorong kesetaraan gender.

Melalui program dan kebijakan tersebut, pemerintah berharap dapat mengurangi kekerasan dalam rumah tangga dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi korban kekerasan dalam rumah tangga.

IV. Tantangan dalam Penegakan Hukum

A. Delik Aduan

KDRT termasuk dalam kategori delik aduan, yang berarti bahwa kasus ini hanya dapat diproses jika ada laporan dari korban. Hal ini mengakibatkan banyak kasus tidak terlaporkan, terutama jika korban merasa malu atau takut untuk melapor.

B. Bukti dan Pembuktian

Proses pembuktian seringkali menjadi kendala. Banyak korban terlambat melapor, sehingga bukti fisik dari kekerasan sering kali hilang. Selain itu, ketentuan untuk melakukan visum et repertum seringkali dibebankan kepada korban, yang dapat menjadi beban tambahan.

C. Kesensitifan Gender

Kurangnya kesensitifan gender dari aparat penegak hukum menjadi masalah serius. Banyak petugas tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang dinamika KDRT dan perlunya perlindungan bagi korban.

Faktor Sosial dan Budaya

D. Budaya Patrilinial

Masyarakat Indonesia masih dipengaruhi oleh budaya patrilinial yang menganggap perempuan harus tunduk pada suami. Hal ini membuat kekerasan dalam rumah tangga dianggap sebagai hal yang wajar dan sering kali diabaikan.

E. Stigma Sosial

Korban KDRT, terutama perempuan, sering kali menghadapi stigma sosial yang membuat mereka enggan untuk melapor. Ketakutan akan penilaian negatif dari masyarakat dapat menghalangi mereka untuk mencari keadilan4.

F. Kurangnya Edukasi dan Kesadaran Hukum

Edukasi Hukum: Rendahnya tingkat kesadaran hukum di kalangan masyarakat juga menjadi faktor penghambat. Banyak orang tidak mengetahui hak-hak mereka sebagai korban KDRT atau cara melaporkan kasus tersebut.

G. Akses terhadap Layanan

Meskipun ada layanan hotline dan lembaga perlindungan, akses terhadap layanan ini belum merata. Banyak korban di daerah terpencil sulit menjangkau layanan tersebut, baik karena jarak maupun kurangnya informasi.

V. Langkah-Langkah Pencegahan KDRT

  • Tingkatkan pemahaman tentang KDRT. Pahami jenis, penyebab, dan dampaknya.
  • Bangun komunikasi yang sehat dan terbuka.
  • Kelola emosi dengan baik. Gunakan cara sehat seperti meditasi atau olahraga.
  • Hormati perbedaan satu sama lain.
  • Cari dukungan dari orang terdekat.
  • Jangan ragu untuk mencari bantuan profesional jika diperlukan.
  • Ubah pola pikir yang merendahkan.
  • Libatkan komunitas dalam upaya pencegahan.
  • Laporkan jika melihat atau mengalami KDRT.
  • Tetap semangat dan jangan menyerah.

Terima kasih telah membaca artikel ini. Semoga informasi yang saya bagikan dapat memberikan wawasan baru dan bermanfaat bagi Anda. Jangan ragu untuk meninggalkan komentar atau pertanyaan di bawah ini, saya akan dengan senang hati menanggapinya.

Jika Anda menemukan artikel ini berguna, jangan lupa untuk membagikannya dengan teman-teman dan keluarga Anda. Mari kita bersama-sama meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang isu-isu penting ini.

Sampai jumpa di artikel berikutnya!

FYI: Artikel ini terbitan kedua

Terbitan pertama: https://mkemalworld.blogspot.com/2024/10/mengatasi-maraknya-kasus-kdrt-upaya-dan.html?m=0

Milik saya juga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun