Sepertinya itu satu-satunya tempat makan yang ada di dalam kawasan lawang sewu. Meskipun di luar pagar ada beberapa gerobak jualan tapi tidak sebanding dengan waralaba itu. Kenapa hanya satu? Dan mengapa waralaba itu? Apakah tidak ada restoran asli Indonesia yang bisa masuk ke Lawang Sewu?
Setelah bosan berkeliling, saya duduk di bawah pohon besar di halaman gedung. Ada segerombol pemain musik yang sedang bermain. Mereka memainkan lagu-lagu populer terutama lagu dangdut. Para pengunjung juga dipersilakan untuk request lagu. Ada kotak untuk menaruh uang. Para pengunjung sukarela memasukkan uang ke dalamnya.
Angin berembus pelan, diiringi lagu entah apa, tapi lagunya seperti lagu keroncong. Pikiran kembali terbawa ke masa lalu. Ketika wajah-wajah khas Eropa bukan hal asing di sini. Saya jadi membayangkan bisa menyaksikan itu semua tapi dalam kesadaran masa kini. Bagaimana caranya? Abang ojek online yang mengantar saya memberitahu, kalau mau bisa dibukakan mata batin untuk menyingkap kegaiban.Â
Saya penasaran dengan masa lalu. Tapi saya juga tidak akan kuat jika melihat makhluk lain. Ada banyak makhluk menyeramkan yang akan terlihat. Bukan saja noni Belanda, bisa jadi makhluk degan segala rupa yang dilihat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H