Mohon tunggu...
Muhammad Julijanto
Muhammad Julijanto Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta

Tuangkan apa yang ada di dalam pikiranmu, Karena itu adalah mutiara yang indah untuk dinikmati yang lain bila dituangkan, Tetapi bila dipendam hanya untuk diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kampus dan Pemilu Kepala Daerah

25 September 2024   21:04 Diperbarui: 26 September 2024   06:16 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KAMPUS DAN PEMILU KEPALA DAERAH

Oleh Muhammad Julijanto

Tahun 2024 merupakan tahun kedua penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung dan serentak, di mana pada era sebelumnya pemilihan kepala daerah menjadi kewenangan DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota melalui mekanisme perwakilan. Namun dengan adanya era reformasi amandemen UUD 1945 regulasi masalah politik berubah secara drastis. ketentuan mengenai Pilkada digelar serentak di 2024 diatur melalui Pasal 201 Ayat (8) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 yang menyebutkan bahwa pemungutan suara serentak nasional dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota di seluruh wilayah (kpu.go.id).

 

Peran Kampus

Pemilu Kepala daerah merupakan agenda nasional yang dilakukan secara lokal sesuai dengan masa bakti masing-masing daerah. Sebagai mekanisme rekrutmen kepala daerah pilkada harus dikawal oleh semua lapisan masyarakat dengan partisipasi masyarakat daerah secara luas. Antusiasme masyarakat daerah menjadi salah satu prasyarat keberhasilan penyelenggaraan pilkada. Oleh karena itu peran serta masyarakat, pemerintah maupun perguruan tinggi menjadi sangat penting dalam mendukung kesuksesan penyelenggaraan Pilkada.

Menghubungkan peran perguruan tinggi dalam kancah politik, bukan berarti membawa suasana pada masa lalu yaitu menyeret perguruan tinggi melakukan politik praktis sebagai ajang perebutan dukungan politik terhadap salah satu calon kandidat yang akan maju dalam pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pilkada). Tetapi lebih pada sebagai agen perubahan sosial untuk mendorong terjadinya transformasi sosial politik dengan mengedepankan pendidikan politik yang rasional dalam perspektif pengembangan demokratisasi dalam kemajuan masyarakat.

Peran tersebut dapat dimainkan oleh perguruan tinggi antara lain; sebagai sumber insani pembangunan dengan menyiapkan kader-kader bangsa yang hadal secara leadership (kepemimpinan-manajemen organisasi), kemampuan intelektual sehingga seorang calon kepala daerah dengan ilmu yang dimiliki dapat mendiagnosa (menterapi) kebutuhan-kebutuhan terhadap problem daerah masing-masing, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan daerah setempat, kemampuan jasmani dan rohani dalam menjalankan manajemen pemerintahan daerah yang solid, mempunyai dedikasi dan moralitas yang tinggi untuk menegakkan aturan dan tata perundang-undangan serta etika moral, sehingga seorang pemimpin daerah tidak hanya sebagai seorang yang mempunyai jiwa kepemimpinan tetapi juga dapat dijadikan panutan rakyat dalam menyelesaikan agenda sosial kemasyarakatan di daerah masing-masing.

Gerakan moral dari kampus dalam setiap orde pemerintahan di tanah air telah membawa perubahan sosial yang cukup signifikan secara deskriptif dapat dipaparkan sebagai berikut; pada masa kemerdekaan gerakan mahasiswa membawa kelompok Bung Tomo di Surabaya mengobarkan semangat juang arek-arek Suroboyo mengibarkan bendera revolusi pada tahun 1908 hingga kemerdekaan tercapai, pada orde lama peran generasi muda khususnya para mahasiswa dari berbagai kampus berhadapan dengan Partai Komunis Indonesia, pada masa orde baru dukungan kaum intelektual terhadap perubahan sosial sangat penting, sehingga muncullah gerakan mahasiswa yang dahsyat menuntut kepada orde baru untuk melakukan perubahan sosial dengan munculnya gerakan reformasi di segala bidang khususnya dalam bidang sosial politik yang selama ini hegemoni orde baru menggurita tatanan sosial politik, sehingga pembangunan yang selama ini dijalankan tidak dapat menyejahterakan rakyat karena kebobrokan birokrasi pemerintahan.

Perguruan tinggi mempunyai peran dan andil yang sangat dominan dalam perkembangan masyarakat di sekitarnya. Dari Tridarma Perguruan Tinggi mempunyai tugas dan peran sebagai lembaga pengajaran, pendidikan dan pembelajaran peserta didik, melakukan penelitian dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengabdian kepada Masyarakat (PKM) dalam rangka pengembangan masyarakat.

Sebagai lembaga pendidikan perguruan tinggi melakukan proses belajar mengajar dengan melakukan transformasi nilai-nilai dan ilmu pengetahuan kepada peserta didik, sehingga peserta didik akan mempunyai wawasan nilai dan pengetahuan yang dapat menopang kehidupan.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh kampus  adalah suatu aktivitas yang berdasarkan disiplin ilmiah untuk mengumpulkan, mengklasifikasi, menganalisa dan menerjemahkan fakta-fakta serta hubungan-hubungan antara fakta alam, masyarakat, kelakuan dan sikap manusia guna menemukan prinsip-prinsip pengetahuan dan metode-metode baru.

Pengabdian pada masyarakat adalah salah satu darma atau tugas pokok dari perguruan tinggi. Mengacu pada tugas itu maka melalui pelaksanaannya diharapkan selalu ada keterkaitan antara perguruan tinggi dan masyarakat secara berkesinambungan. Secara garis besar peran tersebut berupa pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, secara bersamaan juga berperan mengembangkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Kemitraan antara dunia kampus dan masyarakat luas ini akan membuahkan manfaat baik pihak kampus sendiri maupun bagi pihak masyarakat setempat dan masyarakat luas serta negara pada umumnya.

Sosial kontrol kaum intelektual

Daya kritis dan kemampuan analisis obyektif memberikan kontrol sosial terhadap proses pilkada sehingga dapat menghasilkan perubahan sosial yang ideal sebab pilkada merupakan proses demokratisasi di tingkat lokal dalam sistem politik yang baru terjadi setelah reformasi politik dijalankan.

Perguruan tinggi sebagai agen perubahan sosial, di mana peran perguruan tinggi dalam mengawal pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sangat berpengaruh pada kualitas pelaksanaan pilkada, peran tersebut antara lain: peran pengabdian kepada masyarakat, peran sebagai sumber insani pembangunan dengan menghasilkan kader pembangunan bangsa yang bermoral dan mempunyai kepribadian utama sebagai sosok figur intelektual yang tidak hanya berada di menara gading tetapi turun ke gelanggang ikut memakmurkan kehidupan dengan ilmu terapan yang aplikatif dan kontribusi kepada kemajuan masyarakat.

Kampus menyediakan Sumber Daya Manusia berkualitas untuk menjadi Badan Pengawas Pemilu Pilkada dari unsur perguruan tinggi. Di mana panitia pengawas selain dari unsur perguruan tinggi juga dari kejaksaan, kepolisian, pers maupun tokoh masyarakat. Melalui Forum Rektor dan jaringan pemantau pemilu Perguruan Tinggi (UNFREL)  yang pada Pemilu 2004 menjadi pemantau pemilu dapat memanfaatkan potensi mahasiswa ikut mengawal pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah juga ikut memantau pelaksanaan pilkada yang secara otomatis semakin banyak pemantau yang ikut mengawasi proses pilkada akan semakin baik.

Perguruan tinggi menyiapkan tenaga yang cakap untuk memangku jabatan yang memerlukan pendidikan tinggi. Sebagai sumber insani pembangunan kampus juga menghasilkan kader-kader bangsa dengan pengetahuan dan keterampilan ilmu yang dimiliki guna mendukung jalannya pembangunan dimana diharapkan kalangan kampus tidak hanya memberikan alternatif-alternatif pemecahan masalah kemasyarakatan tetapi juga dapat berkontribusi secara aktif dalam pemberdayaan masyarakat.

Semangat penyelenggaraan pemilu dengan meningkatkan pemahaman politik rakyat erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusia, ia muncul karena sumber daya manusia tak berkualitas, oleh karena itu penyadaran politik terus dibangkitkan sehingga tidak menjadi batu sandungan dalam pengembangan sistem demokrasi bangsa Indonesia.

Kematangan politik rakyat akan terlihat jika sebagian besar masyarakat pemilih menggunakan hak pilihnya secara rasional dengan pemahaman penuh tentang hak-hak politik dan kewajiban warga negara. Pengetahuan demokrasi itu sangat mendasar. Mengenai hak warga negara, apa yang seharusnya mereka lakukan dalam pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, mengenai target yang akan dicapai dalam pilkada, mengenai partai mana yang berhak mengajukan pasangan calon dan pasangan calon siapa yang harus mereka pilih. Mereka menggunakan hak pilih betul-betul bisa sesuai dengan hati nurani masing-masing. Jadi dengan kesadaran penuh mereka berperan dalam pilkada.

Pendidikan politik adalah upaya penyadaran akan apa hakikat pilkada, bagaimana rakyat dapat menghayati pilkada itu diselenggarakan, mengapa pilkada diadakan, bagaimana manfaat yang dapat diperoleh oleh rakyat dalam mencapai pilkada yang demokratis. Kesadaran itu tidak hanya tumbuh secara alami tetapi harus melalui proses pembelajaran yang secara intensif. Sebagai penyelenggara pilkada pemerintah melalui Komisi Pemilihan Umum beserta perangkatnya harus dapat meyakinkan rakyat bahwa pilkada diselenggarakan tidak hanya sekedar ritual demokrasi yang tanpa makna dan tidak menghasilkan perubahan sosial yang signifikan untuk kesejahteraan dan kemajuan bangsa, tetapi pilkada diselenggarakan dengan biaya dan dana yang besar sangat berharap dapat terjadinya perubahan sosial yang konstruktif guna membentuk suatu kepemimpinan yang mendapat dukungan (support) dari berbagai kalangan, mampu meningkatkan derajat kesejahteraan secara materiil dan spiritual dengan penghayatan nilai-nilai keagamaan, kebangsaan, rasa nasionalisme yang tinggi.

Pilkada diselenggarakan untuk menghindari terjadinya kekuasaan yang terpusat pada sekelompok orang  tanpa mekanisme konstitusi yang jelas, sehingga ada kompetisi rasional, obyektif dan siap menang dan demikian juga siap kalah menjadi rakyat biasa.

Kedewasaan demokrasi inilah yang harus dipahami dan dihayati agar pembangunan sistem demokrasi politik bangsa ini semakin kokoh. Bukan sebaliknya dalam setiap permainan dan persaingan politik tidak siap untuk menjadi pemain yang kalah. Kalah dalam persaingan bukanlah suatu kehinaan, pemahaman seperti ini perlu, sehingga tidak perlu terjadi tindak kekerasan kekecewaan yang berlarut-larut.

Pengalaman beberapa waktu yang lalu bahwa dalam pesta demokrasi baik tingkat daerah (local) maupun nasional kesiapan elit politik untuk kalah dalam permainan politik dibutuhkan psikologi massa yang baik. Kekalahan dapat dijadikan tolok ukur keperpihakan pemilih kepada elit berkurang dukungannya, sehingga dapat mengatur strategi kembali untuk melakukan pendidikan politik yang baik dalam jangka 5 tahun ke depan, sehingga pada saatnya bisa bersaing secara fair dengan percaya pada sistem politik yang baik pemilu maupun pilkada menjadi ritual demokrasi yang indah serta bermanfaat bagi kemajuan.

Dr. Muhammad Julijanto, S. Ag., M Ag adalah Anggota KPU Kabupaten Wonogiri 2003-2008 dan Dosen UIN Raden Mas Said Surakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun