Pilkada diselenggarakan untuk menghindari terjadinya kekuasaan yang terpusat pada sekelompok orang  tanpa mekanisme konstitusi yang jelas, sehingga ada kompetisi rasional, obyektif dan siap menang dan demikian juga siap kalah menjadi rakyat biasa.
Kedewasaan demokrasi inilah yang harus dipahami dan dihayati agar pembangunan sistem demokrasi politik bangsa ini semakin kokoh. Bukan sebaliknya dalam setiap permainan dan persaingan politik tidak siap untuk menjadi pemain yang kalah. Kalah dalam persaingan bukanlah suatu kehinaan, pemahaman seperti ini perlu, sehingga tidak perlu terjadi tindak kekerasan kekecewaan yang berlarut-larut.
Pengalaman beberapa waktu yang lalu bahwa dalam pesta demokrasi baik tingkat daerah (local) maupun nasional kesiapan elit politik untuk kalah dalam permainan politik dibutuhkan psikologi massa yang baik. Kekalahan dapat dijadikan tolok ukur keperpihakan pemilih kepada elit berkurang dukungannya, sehingga dapat mengatur strategi kembali untuk melakukan pendidikan politik yang baik dalam jangka 5 tahun ke depan, sehingga pada saatnya bisa bersaing secara fair dengan percaya pada sistem politik yang baik pemilu maupun pilkada menjadi ritual demokrasi yang indah serta bermanfaat bagi kemajuan.
Dr. Muhammad Julijanto, S. Ag., M Ag adalah Anggota KPU Kabupaten Wonogiri 2003-2008 dan Dosen UIN Raden Mas Said Surakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H