Ketika mengumpulkan bahan-bahan untuk skripsi, saya menempuh beberapa cara di antaranya adalah ketika saya membaca buku maka saya buat beberapa kutipan yang saya Tuliskan di kartu seperti kartu nama.Â
Satu paragraf yang saya kutip terkait dengan ide pokok yang relevan dengan skripsi, kemudian saya tulis sumber halaman buku judul artikel yang ada. Dari semua kartu yang saya miliki tentang tema-tema skripsi, lalu saya susun menjadi narasi dan saya kembangkan paragrafnya menjadi kalimat dan paragraf yang sempurna dan enak dibaca.
Saat itu saya masih menggunakan mesin ketik merek Brother dan pada saat itu awal-awal perkembangan komputer yang jadul dengan program WS. Kemudian tempat penyimpanan berupa disket dan ketika membaca itu juga waktunya lama sehingga bila ide itu berkembang dari dalam pikiran tidak bisa segera untuk dituliskan dengan cepat karena memori yang ada di komputer sangat lambat.
Menulis apa pun, skripsi, tesis, disertasi termasuk tugas akhir semuanya kembali kepada penulisnya. Kemampuan mengelola emosi, fokus pada target dan menjaga stamina intelektual menjadi kunci keberhasilannya.
Skripsi akhirnya menjadi puncak tangga intelektual sebagai monumen yang membanggakan sekaligus sebagai starting point untuk melanjutkan pengembaraan intelektual.Â
Skripsi menjadi kenangan indah monumen intelektual seorang sarjana, apa pun bentuknya dan lucunya hasil karya kita itulah perasan keringat dan cucuran air mata kehidupan yang membahagiakan.
Kesarjanaan awal memasuki universitas kehidupan yang sesungguhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H