Mohon tunggu...
Muhammad Julijanto
Muhammad Julijanto Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta

Tuangkan apa yang ada di dalam pikiranmu, Karena itu adalah mutiara yang indah untuk dinikmati yang lain bila dituangkan, Tetapi bila dipendam hanya untuk diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Merindukan Pariwisata Inklusi

10 November 2022   19:53 Diperbarui: 10 November 2022   20:07 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Difabel atau penyandang disabilitas pada dasarnya adalah sama dengan warga negara yang lain, tidak ada bedanya, perasaannya, keinginannya, cita-citanya, harapan hidupnya, dan kebutuhannya. Yang membedakan adalah kebutuhan khususnya yang dapat menopang hidupnya.

Musim liburan sekolah atau liburan hari raya atau libur peringatan hari besar, menjadi mahgnet tersendiri yang mampu mendatangkan kunjungan wisatawan dari berbagai strata sosial dalam masyarakat.

Termasuk dari kelompok rentan untuk dapat menikmati wisata di daerah destinasi wisata yang relevan dan akomodatif terhadap kebutuhan semua warga negara tanpa diskriminasi untuk menikmati keindahan, maupun indra yang bisa merasakan tujuan wisata yang ada.

Kesadaran membangun peradaban inklusi merupakan kebutuhan mendesak masyarakat multikultural. Upaya pengakuan, penghormatan, pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas dalam semua aspek kehidupan masyarakat kebutuhan aktual. Termasuk bagaimana membangun Pariwisata inklusif .

Teman-teman difabel sedang hunting lokasi wisata ramah difabel untuk disodorkan ke Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno agar bisa menjadi model pariwisata inklusif yang mantap. Karena ternyata masih perlu sekali diadvokasi dan membangun perspektif inklusif pemangku pariwisata.

Tidak hanya aksesibilitas tapi juga kepedulian dan pelayanan prima para petugas di lapangan, nampaknya perlu ada pelatihan khusus etika terhadap difabel di destinasi wisata.

Beberapa tahun yang lalu mendiang difabel paraplegia Mulyanto Utomo (Solopos, 2020) pernah menulis artikel yang sangat hebat tentang pariwisata inklusif gagasannya dan impiannya adalah mengharapkan adanya aksesibel terhadap destinasi wisata yang akses untuk penyandang disabilitas tempat wisata yang ramah difabel, tempat wisata yang menawarkan pesona kepada semua stakeholder tanpa terkecuali. 

Upaya untuk membangun pariwisata yang inklusif masih jauh panggang dari api, sekalipun regulasi melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas telah dengan tegas dinyatakan bahwa hak-hak difabel dalam mengakses pariwisata sangat mendesak, dan kenyataan di lapangan masih minim.

Ketika tempat wisata tidak akses untuk penyandang disabilitas, maka yang perlu dipahami bahwa difabel punya hak yang sama untuk bisa berwisata sebagaimana masyarakat pada umumnya. Banyak Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) di berbagai daerah yang saat ini sedang berkompetisi mendesain merencanakan serta berupaya keras membuat potensi daerahnya menjadi destinasi wisata unggulan. 

Eksplorasi potensi daerah melalui pariwisata menjadi andalan untuk meraup Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga pariwisata inklusif yang bisa dinikmati oleh semua kalangan tanpa adanya diskriminasi menjadi menu yang indah di awal tahun, akhir tahun dan musim liburan yang akan datang. Kesadaran ini mestinya sudah tercermin di dalam perencanaan, penganggaran dan evaluasi pelaksanaan program.

Perlunya sosialisasi di tiap desa untuk membangun desa pariwisata yang inklusif karena saat ini di tiap desa berlomba menciptakan destinasi wisata masing masing guna peningkatan pendapatan desa. Bila di tiap desa sudah sadar inklusi, maka banyak desa dan kecamatan, kabupaten/kota menyadari betul akan program-program inklusi sebagai bentuk komitmen pemenuhan hak asasi manusia para difabel. 

Para perencana sudah melibatkan kelompok atau komunitas penyandang disabilitas untuk memberikan masukan terhadap detail-detail kebutuhan penyandang disabilitas dalam bidang pariwisata. 

Tanpa melibatkan komunitas penyandang disabilitas bisa dipastikan bahwa hasil akhir dari pembangunan pariwisata nihil tidak bisa dinikmati oleh penyandang disabilitas tersebut. Karena konsepsi, persepsi antara penyandang disabilitas dan non penyandang disabilitas kadang terjadi suatu perbedaan, sehingga upaya ini adalah untuk mencairkan perbedaan tersebut menjadi suatu layanan yang lebih sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas dalam pariwisata inklusif.

Belum ada upaya yang strategis tentang roadmap pengembangan pariwisata inklusif yang menawarkan kemudahan, menawarkan pesona kepada penyandang disabilitas untuk menikmati destinasi wisata di seluruh tanah air tanpa terkecuali. 

Survei sederhana yang penulis lakukan beberapa destinasi wisata memang sudah menawarkan akses kepada penyandang disabilitas namun belum secara keseluruhan berbasis pada ada konfirmasi dari penyandang disabilitas itu sendiri untuk mendapatkan akses yang cukup ke tempat tersebut.

Sebab desain engineering-nya tidak melibatkan difabel di dalam perencanaan, pengawasan dan pelaksanaan maupun evaluasi setelah pembangunan itu dilakukan. 

Problem mendasar inilah yang perlu dipecahkan oleh pemangku kepentingan pariwisata Nusantara, cara agar ide-ide, gagasan-gagasan bisa terimplementasikan sesuai dengan regulasi yang ada, sehingga tidak ada diskriminasi dalam pelayanan pariwisata nasional ini.

Beberapa kasus destinasi wisata yang mengakomodir hak-hak penyandang disabilitas masih minim pemenuhannya seperti halnya toilet untuk penyandang disabilitas belum tersedia sekalipun akses sudah ada untuk bisa sampai ke tujuan pariwisata tersebut atau spot-spot khusus yang diberikan untuk penyandang disabilitas belum memungkinkan untuk diterjemahkan menjadi di tempat yang nyaman bagi difabel mengeksplor keindahan pariwisata tersebut. Hal tersebut dibutuhkan pemikiran yang cerdas dari pemangku kepentingan pariwisata Nusantara agar hak-hak penyandang disabilitas dalam kepariwisataan bisa terakomodir secara maksimal.

Berawal dari kegelisahan ini komunitas penyandang disabilitas perlu memberikan masukan yang konstruktif terhadap layanan pariwisata inklusif sekalipun pemenuhannya secara bertahap sesuai dengan perencanaan, penganggaran, evaluasi dan pelaksanaannya sehingga adanya progres dari tahun ke tahun periode ke periode menuju kepada pelayanan prima pariwisata inklusif.

Perspektif Inklusif Pemangku Pariwisata 

Kebutuhan terhadap pariwisata inklusif antara lain tersedianya akses sampai di tujuan pariwisata tersebut, adanya toilet yang khusus untuk penyandang disabilitas, adanya spot yang khusus untuk penyandang disabilitas, adanya guiding block bagi penyandang netra, adanya peta petunjuk yang berupa layar monitor untuk penanganan penyandang disabilitas rungu dan wicara sehingga terbaca dengan baik bisa dinikmati, dan lain-lain.

Masih perlu sekali diadvokasi dan membangun perspektif inklusif pemangku pariwisata, tidak hanya aksesibilitas tapi juga kepedulian dan pelayanan prima para petugas di lapangan, nampaknya perlu ada pelatihan khusus etika terhadap difabel di destinasi wisata. 

Seperti kondisi di lapangan dan tak ada satu pun Satpam yang membantu, komunitas difabel membawa sendiri pendamping atau relawan. Untung komunitas selalu bawa banyak relawan untuk membantu sahabat difabel agar mereka tetep bisa ikut berwisata.

Sudah saatnya tempat-tempat favorit untuk dolan bisa dinikmati penyandang disabilitas. Oleh karena itu dibutuhkan komitmen untuk membangun kesadaran inklusif dalam layanan pariwisata. Menyiapkan infrastruktur dan supra struktur yang aksesibel, sumber daya manusia pariwisata yang berperspektif inklusif. Salam inklusi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun