Apa Dampak Sosial Medsos?
Satu lagi tokoh masyarakat yang "tersandung" fake news. Seorang pengusaha yang dulu terkenal di era Soeharto ikut menyebarkan gambar penyiar TVRI senior, Anita Rachman yang sedang terbaring lemah di terbuat tidur, karena sakit di usia lanjut.
Gambar itu dipasang di akun medsosnya, dilengkapi dengan keterangan yang kemudian dibantah oleh pihak keluarga Anita Rahman yang terkenal sejak zaman TV masih hitam putih itu.
Salah satu bantahan yang dikeluarkan pihak keluarga adalah: Anita Rachman tidak hidup terlantar di masa tua, karena dirawat dengan baik oleh keluarga.
Pengusaha yang ikut menyebarkan gambar ini tidak tergolong muda lagi, sekitar 70an tahun lebih. Ia aktif di medsosnya. Meski tidak muda lagi, ia tidak berbeda dengan pengguna medsos kebanyakan, yaitu mudah terbawa arus ikut menyebarkan fake news, disinformation, misinformation, hoax. Mungkin sebaiknya semua itu disingkat dengan fake news saja.
Medsos memang terbukti di beberapa riset adalah tempat fake news menyebar dengan cepat. Medsos menyebarkan fake news 6 kali lebih cepat daripada berita yang bisa dikonfirmasi. Atau pengguna medsos menyebarkan fake news 70% lebih banyak daripada berita yang bisa dikonfirmasi.
Pelakunya mulai dari anak-anak yang belum dewasa, hingga orangtua yang berusia lanjut, bahkan juga termasuk profesor, dosen, guru besar, mereka yang bergelar PhD sekali pun.
Kok bisa? Bisa lah. Ada penjelasan sains mengenai itu.
Coba saja cari berbagai kasus seperti itu di berbagai media. Anda akan temukan kasus seperti itu di era pilpres 2024, 2019, 2014.
Contoh yang cukup mencengangkan adalah kasus seorang rohaniwan,yang juga filsuf, budayawan, penulis terkenal. Tokoh ini sebelumnya terkenal dengan ucapannya: Pilpres bukan untuk memilih yang terbaik, tapi untuk mencegah yang terburuk. Sama seperti pengusaha terkenal yang sudah disebut sebelumnya, budayawan ini juga sudah berusia lanjut.