Bagaimana menghitungnya? Tentu bukan dengan menggunakan ukuran moral, atau "etik ndasmu", norma, atau aturan, karena itu hanya akan menghasilkan perdebatan panjang dari mereka yang menganggap dirinya brilian, akademisi, atau intelektual.
Y.N. Harari, sejarawan terkenal bilang kira-kira seperti ini: Sejarah dibentuk oleh stories atau fictions, bukan oleh moralitas. Sedangkan neuroscience memberi pembenaran untuk Harari dengan menyebut begini: Sejarah hitam dibentuk oleh mereka yang memiliki personality disorder melalui "great" fictions yang mereka lemparkan ke sekitarnya. Contoh untuk ini misalnya kisah seputar Alexander the Great yang mengklaim sebagai keturunan dewa-dewi. Padahal penaklukan Alexander  menghasilkan jumlah korban tewas yang fantastis di masa itu. Begitu juga Adolf Hitler.
Sedangkan sejarah yang baik dibentuk oleh mereka yang memiliki emotion regulation melalui stories atau fictions juga. Berbagai sejarah seputar spiritualisme adalah contohnya.
Oleh karena itu, ini saran dari neuroscience dalam memilih capres: Hitung keberadaan orang yang memiliki emotion regulation, karena emotion regulation mudah menular ke sekelilingnya. Satu orang saja sudah cukup. Dalam catatan sejarah pengaruh satu orang bisa terus bertahan hingga ribuan tahun, misalnya Siddhartha Gautama.
Emotion regulation adalah cara manusia untuk meninggalkan primitive instinct agar executive function di otak bekerja lebih maksimal. Hanya manusia yang memiliki executive function yang terbukti mampu menciptakan dominasi di planet Bumi. Executive function yang telah melesatkan peradaban manusia dalam beberapa ratus tahun terakhir dari sejarah panjang evolusi yang panjangnya 3 miliar tahun di planet Bumi.
M. Jojo Rahardjo
Sejak 2015 menulis ratusan artikel & video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H