Di sepanjang periodenya Jokowi harus menjaga kestabilan politik, agar upayanya dalam bidang ekonomi dan lain-lain tidak mendapat gangguan. Ia kelihatannya membiarkan (mengangkat) para politisi untuk menduduki posisi strategis di kabinetnya, meski tidak memiliki kualifikasi atau kapasitas yang cukup. Orang-orang menyebut itu sebagai bagi-bagi kue kekuasaan. Menteri-menteri yang diangkatnya akhirnya berguguran karena kasus korupsi. Mungkin saja mereka malah masuk dalam jebakan Jokowi.
Namun demikian semua prestasi Jokowi bisa hancur dalam waktu singkat, karena ia nampaknya belum menyiapkan endorsement yang jelas atau ia sengaja mengaburkan "petunjuk" mengenai capres yang bakal menggantikannya nanti.
Padahal endorsement-nya penting agar masyarakat tidak terlambat dan salah memilih capres & parpol yang bisa membuat perekonomian Indonesia kembali jatuh. Ia malah sempat memberi "arahan" yang membuat "bingung" masyarakat untuk memilih salah satu dari 2 capres, yaitu Ganjar atau Prabowo.
Jokowi memang memiliki banyak prestasi, namun ada juga yang belum ditangani Jokowi di 2 periodenya yang mungkin bakal menjadi lebih parah lagi, yaitu kesehatan mental bangsa ini. Meski ia punya program Revolusi Mental, namun itu cuma jargon politik saja ternyata.
Itu terlihat pada perilaku korup yang tetap ada yang dilakukan oleh mereka yang berada di lembaga tinggi negara, dan termasuk juga pada mereka yang disebut penegak hukum dan penegak keadilan.
Sebagaimana disebut oleh WHO dalam laporannya: World mental health report: Transforming mental health for all (klik di sini), kesehatan mental masyarakat begitu penting, karena bisa menyebabkan:
1. Menurunkan produktivitas.
2. Bertambahnya beban pemerintah karena naiknya biaya kesehatan.
3. Kecenderungan pada pelanggaran hukum & kekerasan meningkat.
4. Memicu kemiskinan.
Apa yang disampaikan oleh WHO soal kesehatan mental itu adalah juga soal happiness seperti disebut WHR. Jika kesehatan mental di negeri ini dijaga, maka happiness bangsa ini bisa membaik, sehingga menjadi mungkin untuk mendapatkan nilai tinggi di semua 6 indikator itu. Mungkinkah itu nanti dilaksanakan oleh pengganti Jokowi?
Di Israel mungkin saja persoalan kesehatan mental masih berada di lapisan atas dari pemerintahannya. Namun di Indonesia terlihat sudah sampai ke lapisan terbawah, mulai dari lembaga tinggi negara hingga ke masyarakat di lapisan terbawah sebagaimana tergambar dari peringkat Indonesia yang buruk di WHR.
M. Jojo Rahardjo
Sejak 2015 menulis ratusan artikel & video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H