Membahas sekte sama pentingnya dengan membahas gerakan fasis. Sekte dan gerakan fasis berpusat pada pimpinannya. Tidak bisa ada dialog atau kritik, karena pimpinan sudah pasti dianggap benar.
Sekte menyasar mereka yang ingin dekat dengan Tuhan, sedangkan gerakan fasis menyasar mereka yang ingin negerinya lebih baik.
Sekte menunggangi satu atau beberapa agama yang sudah ada, sedangkan gerakan fasis menunggangi demokrasi untuk mendirikan pemerintahan autocratic atau dictatorial yang justru bertentangan dengan demokrasi.
Sekte menyalahkan ajaran atau agama sebelumnya dan lalu membuat klaim ajarannya adalah ajaran baru yang lebih benar, sedangkan gerakan fasis menyalahkan pemerintahan sebelumnya yang dianggap gagal, agar ia memiliki legitimasi untuk membangun pemerintahan baru yang katanya lebih hebat.
Biasanya sekte tidak bertahan lama, demikian juga pemerintahan fasis. Hitler dan Partai Nazi adalah contohnya. Namun ada juga yang bisa bertahan hingga puluhan tahun, seperti beberapa pemerintahan komunis di masa lalu.
Awal sebuah gerakan fasis mungkin seperti sebuah gerakan nasionalis, tetapi mereka memiliki tujuan yang sama: mengubah negara demokratis menjadi negara di mana hanya mereka yang membuat semua aturan.
Dalam buku berjudul "How Fascism Works" (2018), Jason Stanley mengeksplorasi bagaimana berbagai politisi fasis mencapai kekuasaan di seluruh dunia. Bahasannya termasuk juga fasisme yang ada di jaman sekarang. Stanley meneliti bagaimana gerakan fasis mendistorsi nasionalisme, menggunakan propaganda dan kebohongan, merendahkan pendidikan, dan menjadikan kaum minoritas sebagai kambing hitam. Semua itu mirip dengan cara kerja para pimpinan sekte.
M. Jojo Rahardjo
Menulis ratusan artikel & video seputar neuroscience sejak 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H